Jurnalis Alami Intimidasi Hingga Penyensoran Oleh Aparat Keamanan di Surabaya, Berikut Kronologinya

9 Oktober 2020, 14:04 WIB
Ilustrasi jurnalistik. /PIXABAY/ Engin Akyurt

MEDIA BLITAR – Buah aksi unjuk rasa tolak RUU Cipta Kerja/Omnibus law sejak 6 hingga 8 Oktober 2020 oleh buruh dan mahasiswa, dilaporkan adanya kejadian intimidasi dan upaya penyensoran hasil dokumentasi terhadap jurnalis yang bertugas.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya melalui surat peryataan sikap, Jumat 9 Oktober 2020, menilai aparat keamanan melakukan intimidasi, serangan dan upaya penyensoran yang dilakukan aparat keamanan saat berlangsung aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya pada 8 Oktober 2020.

Dari laporan yang diterima, setidaknya ada lima kejadian intimidasi dan upaya penyensoran terhadap jurnalis yang bertugas. Selain dilakukan aparat keamanan, intimidasi dan penyerangan juga dilakuka demonstran.

Baca Juga: Tanpa Harus Nunggu, Yuk Aktifkan Kuota Belajar Gratis Telkomsel!

Lima laporan dengan kronologi singkat, sebagai berikut:

1. Ahmad Mukti, fotografer PortalSurabaya.com diintimidasi dua anggota kepolisian dengan memaksanya menghapus file-file foto hasil liputan. Ahmad sempat menghapus hasil liputannya karena merasa terancam. Ahmad diapit dua orang di Jalan Gubernur Suryo, tepatnya di seberang SMA Negeri 6.

Ahmad mengaku sempat menghapus sebagian kecil foto liputannya. Ia mendapatkan bantuan dari jurnalis lain yang melawan dua orang tersebut sehingga file-file foto Ahmad bisa diselamatkan. Ahmad memakai kartu pers dan sudah mengatakan dirinya jurnalis.

Baca Juga: Donald Trump : Saya Tidak Akan Membuang-buang Waktu Untuk Debat Secara Virtual

2. Farid Miftah Rahman, jurnalis cnnindonesia.com mengalami intimdasi oleh aparat keamanan saat unjuk rasa di depan Grahadi mulai ricuh. Sejumlah polisi berseragam mengerumuninya dan berusaha merampas dan membanting ponselnya.

Para polisi ini tidak terima aksinya kekerasan yang dilakukan aparat keamana terhadpa pendemo yang tertangkan, didokumentasikan Miftah. Seorang polisi mengancam dengan kalimat ‘Mas, mau saya pentung!’. Miftah sudah mengaku sebagai jurnalis saat ancaman itu ia dapatkan.

3. Agoes Sukarno, photo journalist CNN Indonesia TV, diserang dengan lemparan batu oleh peserta unjuk rasa saat mengambil gambar aksi saling lempar antara peserta unjuk rasa dengan aparat. Selain diserang demonstran, Agoes juga diintimidasi sejumlah aparat keamanan.

Baca Juga: Trump Sinyalkan Tetap Ikut Kampanye Calon Presiden AS Besok, Usai Dinyatakan Positif Covid-19

Dua kali dalam momen berbeda, intimidasi ini dilakukan aparat keamanan di Jalan Pemuda. Pertama, saat Agoes merekam polisi yang mengentikan ambulance dan menyeret keluar orang di dalamnya, kemudian menganiayanya.

Kedua, saat Agoes merekam penganiayaan yang dilakukan polisi terhadap pengunjukrasa yang tertangkap. Polisi memintanya tidak merekam dan menghapus rekaman yang ada. Agoes sudah mengaku sebagai jurnalis kepada petugas keamanan yang mengintimidasinya.

4. Gancar Wicaksono, photo journalist CNN Indonesia TV, diintimdasi enam polisi tak berseragam.

Mereka memaksa agar Gancar menghapus file-file gambar polisi yang menganiaya demonstran yang tertangkap dan hendak merebut kamera Gancar di Jalan Gubernur Suryo, tepatnya depan Alun-Alun Surabaya.

Baca Juga: Wali Kota Surabaya Marah Besar, Tri Rismaharini : Kamu Tahu Apa Itu UU Omnibus Law!

Gancar sempat melawan dengan menghalangi upaya paksa aparat keamanan yang hendak mengambil kameranya. Gancar berhasil melindungi hasil liputannya. Gancar sudah mengaku sebagai jurnalis saat polisi berusaha merebut dan menghapus file liputan dari kameranya.

5. Miftah Faridl, koresponden CNN Indonesia TV, empat kali bersitegang dengan aparat keamanan yang memaksa jurnalis peliput menghapus file-file gambar liputan, baik miliknya maupun jurnalis lain.

Intimidasi ini berkaitan dengan liputan yang merekam aksi aparat keamanan menganiaya pendemo yang tertangkap. Pada peristiwa ketiga, Faridl ditantang berkelahi seorang polisi yang melarangnya mengambil gambar. Farid sudah mengaku sebagai jurnalis saat polisi mengintimidasinya.

Baca Juga: Mulai Investasi Emas, Update Harga Emas Minigold Hari Ini Jumat 9 Oktober 2020

“Kami menilai aneh aparat keamanan yang paham hukum masih menggunakan cara-cara intimidatif dan penyensoran untuk mengontrol kerja-kerja jurnalis. Tentu kami paham tensi situasi di lapangan saat itu. Tugas jurnalis merekam apa yang terjadi secara jujur dan sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik. Tensi panas yang dihadapi, baik aparat keamanan dan demonstran, tidak bisa menjadi pembenar aksi penyerangan, intimidasi dan sensor,” tulis Miftah Faridl sebagai perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya.

***

Editor: Ninditoo

Tags

Terkini

Terpopuler