MEDIA BLITAR – Romo Franz Magnis-Suseno dihadirkan sebagai ahli yang dapat meringankan hukuman Bharada Richard Eliezer atau Bharada E di kasus tewasnya Brigadir Joshua.
Ahli filsafat moral ini yang diajukan pihak terdakwa Bharada E dalam sidangnya di depan majelis hakim di PN Jaksel, Senin 26 Desember 2022.
Adapun menurut Romo Franz Magnis Suseno ia membeberkan 3 alasan logis yang menurutnya bisa meringankan hukuman Bharada E.
Unsur-unsur yang meringankan bagi Eliezer yang pertama adalah, ‘unsur pangkat’ dan ‘jabatan’
Romo Magnis mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, Eliezer diperintah oleh atasannya yang notabene memiliki pangkat jauh lebih tinggi darinya, yaitu Irjen Ferdy Sambo.
Ia menegaskan bahwa sebagai bawahan dengan menganut budaya ‘laksanakan’ yang tidak mungkin tidak ditaati Richard Eliezer.
Baca Juga: Lirik Lagu Would You – Single Terbaru BT21 Rayakan Anniversary ke-5 dengan Karakter Lucu
Dengan demikian maka, poin pertama yang bisa meringankan Bharada Eliezer adalah kedudukan Ferdy Sambo atau yang memberikan perintah menembak atau membunuh yang berpangkat Irjen.
Bharada E yang pangkatnya paling rendah di polisi serta umurnya masih 24 tahun tidak memungkinkan untuk menolak utusan atasannya.
“Jadi masih muda itu, laksanakan itu, budaya laksanakan itu, adalah unsur yang paling kuat,” kata Romo Magnis Suseno.
Selanjutnya, alasan kedua yang bisa meringankan hukuman Bharada E adalah situasi yang tidak bisa diprediksi dan cenderung menegangkan.
Eliezer dinilai tidak mempunyai waktu untuk mempertimbangkan secara matang karena adanya keterbatasan waktu untuk mengambil keputusan.
Karena memang waktu yang mepet dan situasi yang membingungkan membuat Bharada E tidak punya cukup waktu untuk membuat keputusan yang baik.
Sebelumnya, Bharada E juga menyebut bisanya ia baru bisa memikirkan sesuatu setelah ia tidur terlebih dahulu.
“Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan,” ujarnya lagi.
Kemudian, alasan tterakhir yang bisa merungkan Eliezer karena perintah penembakan ini adalah perintah yang tidak masuk akal.
“Tambahan satu poin, dalam kepolisian seperti di dalam situasi pertempuran militer. Di dalam kepolisian memang bisa ada situasi, di mana atasan memberi perintah tembak,” katanya.
“Jadi bahwa seorang atasan polisi memberi perintah tembak itu tidak total sama sekali, tidak masuk akal,” kata Romo Magnis Suseno.
Diketahui, Bharada E disebut JPU sebagai sosok yang menembak Brigadir J. Dia menembak berdasarkan perintah dari Ferdy Sambo.
“’Woy! Kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woy kau tembak!’,” ungkap JPU soal perintah Ferdy Sambo ke Bharada E.
Bharada E lalu menembak memakai Glock 17 sebanyak tiga atau empat kali ke Brigadir J yang membuatnya terjatuh dan bersimbah darah.
Dalam persidangan kasus ini, Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Sambo dan Putri, bersama dengan Kuat Ma'ruf, Bharada E, serta Ricky Rizal didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.***