Namun, sebagian ahli hadits mempermasalahkan mengenai riwayat hadits tersebut lantaran seorang perawi bermasalah.
Para ahli tersebut membuat kesimpulan bahwa hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujjah syar’iyyah.
Apabila hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai acuan untuk melaksanakan puasa sunnah Tarwiyah, maka perlu adanya anjuran untuk pengamalan puasa Tarwiyah dapat dikerjakan dari dalil umum beberapa hadits yang menganjurkan umat muslim untuk beribadah maupun amal sholeh pada 10 hari pertama pada Bulan Dzulhijjah.
Hadits Riwayat Ibnu Abbas RA dalam Sunan At-Tirmidzi
Dalam hadits tersebut mengungkapkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda tidak ada hari lain yang disenangi oleh Allah SWT untuk diisi dengan beribadah sebagaimana pada sepuluh hari tersebut (bulan Dzulhijjah).
Baca Juga: Menag Yaqut Tiadakan Pelaksanaan Sholat Idul Adha dan Takbiran Keliling di Wilayah PPKM Darurat
Hadits lain juga memberikan penegasan mengenai anjuran untuk beramal shalih di sepuluh hari pertama pada Bulan Dzulhijjah yakni, hadits periwayatan Imam Bukhari.
Dari Ibnu Abbas mengenai kualitas hadits marfu’ mengungkapkan tidak ada hari dimana amal shaleh lebih disenangi Allah SWT. Maksudnya, pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah. Para sahabat juga menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah dengan mengatakan bukan pula Jihad ya Rasulullah.
Kemudian Rasullulah menjawab” “Tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar membawa diri dan hartanya kemudian ia pulang tanpa membawa apa-apa lagi,” (HR Bukhari).
Dari beberapa penjelasan di atas, para ulama dari mazhab Syafi’i telah menganjurkan kepada kaum muslimin untuk mengisi 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah dengan beramal shaleh termasuk puasa sunnah Tarwiyah pada 8 Dzulhijjah.