MEDIA BLITAR – Baru-baru ini pemerintah meresmikan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Pengganti Nomor Pokok Wajib (NPWP), sehingga memudahkan masyarakat untuk kebutuhan transaksi perpajakan.
NIK jadi NPWP ditetapkan saat acara perayaan Hari Pajak pada hari Selasa, 19 Juli 2022 oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati dan Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo yang bertempat di Aula Chakti Buddhi Bhakti Kantor Pusat DJP, Demo login aplikasi pajak.go.id.
Namun, NIK jadi NPWP ternyata rentan kebocoran data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Seperti, halnya Direktur CELIOUS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira berikan contoh beberapa data kependudukan yang pernah mengalami kebocoran sebelumnya, seperti data BPJS dan data NIK yang telah disetor di E-commerce sebagai bentuk KYC (Know your customer).
“Perlu dicermati soal integrasi data pajak dan kependudukan bisa muncul masalah kerentanan data bocor,” ujarnya, seperti dikutip MediaBlitar dari Antara pada hari Rabu, 20 Juli 2022.
Untuk mencegah kebocoran dan penyalahgunaan data NIK, Direktur CELIOUS itu meminta Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Dalam Negeri untuk meningkatkan sistem keamanan siber, karena bisa bocor disalahgunakan orang tak bertanggung jawab, dan ada data pajaknya.
“Dirjen Pajak dan Kementerian soal sistem keamanan siber NIK juga harus lebih ekstra karena kalau bocor bukan hanya bisa disalahgunakan, tapi bisa jadi masalah lain karena ada data pajaknya,” ucapnya.