Dua Tahun Berjalan Gangguan Kesehatan Mental Melonjak Tajam di Masa Pandemi COVID-19?

9 Oktober 2021, 10:43 WIB
Dua Tahun Berjalan Gangguan Kesehatan Mental Melonjak Tajam di Masa Pandemi COVID-19? //Pexels/Anna Shvets/

MEDIA BLITAR – Pandemi COVID-19 memberikan multiple stress pada kehidupan masyarakat Indonesia. Mulai dari kekhawatiran akan tertular COVID-19, khawatir akan meninggal dan kehilangan anggota keluarga serta teman hingga stress akibat terkena PHK dan mengalami penurunan pendapatan.

Di lain sisi, laporan media yang secara konstan memberitakan tentang angka dan keadaan yang sakit dan meninggal menambah rasa takut dan stress.

Baca Juga: CEK FAKTA: Wanita Terancam Mengalami Gangguan Kecemasan Lebih Tinggi daripada Laki-laki Akibat COVID-19

Sehingga masyarakat yang tidak mengalami kekhawatiran atau depresi sebelum pandemi menjadi memiliki kekhawatiran yang berlebihan dan depresi pada saat pademi.

Berdasarkan studi SurveyMETER yang dilakukan pada tahun 2020 lalu, perempuan mengalami tingkat kecemasan lebih tinggi dari pada laki-laki. Makin tinggi tingkat pendidikan responden semakin rendah tingkat kecemasannya.

Responden yang berdomisili di lima provinsi dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi sebelum survei dilakukan (yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan), mengalami tingkat kecemasan lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Baca Juga: Gelombang Tiga Covid-19 Diprediksi Ahli Tarot Melonjak di Akhir Tahun, Masyarakat Dihimbau Waspada

Tingkat kecemasan umum (GAD) tersebut memiliki pola yang sama dengan depresi. Korelasi antara keduanya cukup tinggi dan signifikan yaitu mencapai angka 0.76. Sebanyak 58% responden melaporkan depresi.

Sama halnya dengan gangguan kecemasan, perempuan lebih banyak yang mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki.

Kondisi di atas merupakan gambaran global dari hasil survei online Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Kondisi Kesehatan Mental yang dilakukan SurveyMETER akhir Mei 2020 lalu.

Baca Juga: Pernyataan Negara Tak Terjamah Covid-19 Korea Utara Diragukan oleh WHO, Segera Kirimkan Bantuan Medis

Tingkat kecemasan dan depresi berdasarkan keadaan demografi, geografi, sosial dan ekonomi terkorelasi dengan perubahan status bekerja serta perubahan pendapatan selama pandemi COVID-19.

Studi mengungkapkan bahwa kedatangan pandemi COVID-19 di Indonesia menyebabkan peningkatan gangguan kecemasan dan depresi berat terutama di kalangan wanita dan kawula muda.

Selaras dengan itu, berdasarkan penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal medis internasional Lancet pada Jumat 8 Oktober 2021 menyebutkan bahwasanya kaum muda lebih besar terancam terkena gangguan mental karena penutupan sekolah.

Kebijakan penutupan sekolah kurang lebih dua tahun ini menjauhkan mereka dari teman-teman mereka.

Baca Juga: WHO Uji 8 Vaksin Semprot Hidung COVID-19 yang Jadi Tempat Masuknya Virus

Sementara itu, untuk wanita menanggung beban pekerjaan rumah tangga dan menghadapi peningkatan risiko kekerasan dalam rumah tangga, kata para peneliti.

Studi yang dipimpin oleh akademisi di Universitas Queensland, Australia, mencatat 76 juta kasus tambahan gangguan kecemasan dan 53 juta gangguan depresi berat saat COVID-19 menyebar pada 2020

“Sayangnya, karena berbagai sebab, perempuan selalu terkena dampak sosial dan ekonomi yang lebih buruk dari pandemi ini,” kata rekan penulis Alize Ferrari.

“Kepedulian tambahan dan tanggung jawab rumah tangga cenderung jatuh pada perempuan dan arena perempuan lebih mungkin menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, yang meningkat pada berbagai tahap pandemi,” lanjutnya.

Baca Juga: Tidak Kunjung Hilang, Presiden Jokowi Ajak Masyarakat Hidup Berdampingan Dengan Covid-19

Penutupan sekolah dan pembatasan lainnya membatasi kemampuan anak muda untuk belajar dan berinteraksi dengan teman sebayanya, tambahnya

Penelitian ini mencakup 48 kajian yang dilakukan sebelumnya dari seluruh dunia, dan mengumpulkan temuan mereka dalam meta-analisis untuk mengukur prevalensi gangguan kesehatan mental di 204 negara dan wilayah pada 2020

Penelitian tersebut menjadi wawasan global pertama tentang beban gangguan depresi dan kecemasan selama pandemi, kata penulis yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Tags

Terkini

Terpopuler