"Analisanya begini, ada beberapa faktor terkait hal tersebut, dimulai dengan krisis ekonomi lalu berimbas ke politik, pertama itu kepercayaan publik rendah terhadap pemerintah, yang kedua, dukungan dari elite, misal rakyat sudah tidak percaya, elite masih mendukung, pemerintah masih aman, lalu yang ketiga Tentara, masih loyal tidak (kepada pemerintah) ? kalau masih loyal ya tidak mungkin 98 terulang," paparnya.
Baca Juga: Kang Emil, Siap Penuhi Panggilan Bareskrim Jakarta Hari Ini, Terkait Prokes Megamendung, Bogor
Namun, lanjut Ujang, jika ada salah satu pemicu yang meledak, peristiwa seperti itu bisa terulang.
"Tapi nantinya, kalau ada pemicu yang lain, misal ada perubahan politik tak terduga, mungkin kejadian (Mei 1998) akan terulang," kata dia.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa keadaan politik di tanah air saat ini sedang tidak stabil.
"Politik itu kan dinamis ya, kalau saya melihatnya saat ini politik di Indonesia itu tidak sehat, tidak ada oposisi, tak ada check and balances terhadap jalannya pemerintahan, ditambah lagi kekecewaan masyarakat terhadap undang-undang yang asal ketok, hal tersebut memunculkan benih-benih kekuatan rakyat yang bakal mengkristal di kemudian hari," urainya.
Baca Juga: CPNS 2019 Jadi yang Terakhir? Tidak akan Buka Rekrutmen ASN hingga 2023, Simak Selengkapnya Di Sini!
Ujang pun memperingatkan pemerintah untuk hati-hati terkait hal tersebut.
"Lalu, jika oposisi nonparlementer, gerakan civil society, itu bisa mengonsolidasi diri dalam jangka waktu satu/dua tahun dan kemudian besar, sinyal bahaya untuk pemerintah," ucapnya.*** (M A Rahman/JurnalPresisi.com)