Virus Penyebab COVID-19 akan Terus Bermutasi, Sudah Siapkah Indonesia Hadapi Endemi?

- 25 Februari 2022, 15:40 WIB
Virus Penyebab COVID-19 akan Terus Bermutasi, Sudah Siapkah Indonesia Hadapi Endemi?
Virus Penyebab COVID-19 akan Terus Bermutasi, Sudah Siapkah Indonesia Hadapi Endemi? //Pexels/Nandhu Kumar/

MEDIA BLITAR – Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan bahwa nantinya virus penyebab COVID-19 akan selalu ada dan terus bermutasi ke varian-varian lain di masa yang akan datang.

“Sebelum pandemi COVID-19, sebelumnya ada pandemi influenza H1N1. Pandemi itu sudah selesai tapi virusnya masih ada di masyarakat. Dari 2010 sampai sekarang 2022, virus H1N1 masih ada. Dan itu juga bisa terjadi pada COVID-19,” kata Tjandra dalam sebuah webinar dilansir dari Antara.

Baca Juga: Studi Membuktikan Pasien COVID-19 Alami Masalah Kesehatan Mental Saat Melawan Virus

Mutasi akan menyebabkan virus menjadi lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga laju penularan menjadi lebih cepat. Hal ini, terjadi pada varian Omicron dan Delta.

Oleh karena itu, Tjandra mengatakan, COVID-19 harus tetap diwaspadai meskipun jumlah kematian akibat Omicron lebih rendah dari varian Delta dan gejala yang ditimbulkan tidak separah varian sebelumnya.

Sebagai informasi, tingkat kematian COVID-19 pada gelombang varian Delta dapat mencapai 2.500 per hari, sedangkan pada varian Omicron, tingkat kematian jauh lebih rendah yakni di angka 180.

Baca Juga: Sempat Mengidap Omicron? Simak Syarat-syarat Sembuh dari Covid-19 Menurut Kemenkes

“Meski jumlah kematian lebih rendah, tetap ada korban jiwa. Tentu saja kita harus menyadari bahwa warga yang meninggal tidak semata-mata angka, satu nyawa saja berharga,” papar Tjandra yang saat ini juga menjabat sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI.

Menurut Tjandra, perlu adanya upaya yang maksimal dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang adaptif dengan keadaan dan mempertimbangkan saran-saran para ahli sehingga dapat mengendalikan laju penularan.

“Kita sangat setuju bahwa tingkat keterisian rumah sakit juga jauh lebih rendah sekarang. Mumpung rendah, bagaimana kalau orang yang gejala ringan tapi ada potensi menjadi gejala berat itu dirawat di rumah sakit,” usul Tjandra.

Baca Juga: BREAKING NEWS Tujuh Pemain Vietnam U-23 Positif Covid-19 Jelang Semifinal AFF-U23 Melawan Timor Leste

“Tapi kalau tingkat keterisiannya sudah tinggi, maka tentu hal itu bisa ditinjau kembali,” lanjut dia.

Selain itu, Tjandra juga mengatakan perlu ada kewaspadaan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi lain di masa yang akan datang.

“Kalau nanti pandeminya membaik, maka kewaspadaan tetap harus dijaga. Baik untuk menangani COVID-19 atau menghadapi kemungkinan pandemi berikutnya,” ujar Tjandra.

Selama dua tahun terakhir, pandemi COVID-19 memengaruhi kehidupan masyarakat, sehingga muncul pertanyaan apakah pandemi ini akan berakhir.

Sejak beberapa bulan lalu, Pemerintah Singapura telah mempersiapkan skenario baru yaitu memperlakukan COVID-19 sebagai endemi dengan mengejar target vaksinasi di atas 80 persen, yang saat ini 83 persen warga Singapura telah tervaksinasi.

Baca Juga: Kenali Efek Samping atau KIPI Setelah Melakukan Vaksin Covid-19 Booster Hingga Cara Mengatasinya

Pada akhir Desember 2021 lalu, dengan menurunnya kasus infeksi baru di Indonesia dan sedikitnya penderita yang perlu dirawat di rumah sakit, sejumlah pihak mengatakan Indonesia telah siap masuk ke tahap endemi.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan sejauh ini Indonesia telah mengalami dua gelombang dalam perkembangan kasus COVID-19.

Melihat pemetaan secara global, terdapat banyak negara yang sudah mencapai gelombang keempat COVID-19, dengan jumlah kasus positif pada gelombang ini dapat mencapai tiga sampai enam kali lipat jika dibandingkan dengan tiga gelombang sebelumnya.

Penanganan COVID-19 Sistem Terbaru

Sesditjen Kesehatan Masyarakat dan Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi percaya penanganan COVID-19 memerlukan upaya dari hulu ke hilir.

Apabila deteksi dini, edukasi bagi masyarakat, serta langkah-langkah pencegahan merupakan strategi yang dilakukan di hulu untuk pengendalian transmisi maka transformasi layanan kesehatan yang disiapkan Kementerian Kesehatan tersebut diperlukan untuk penanganan kasus di hilir, ketika seseorang telah dinyatakan positif COVID-19.

Baca Juga: Akibat Pandemi Covid-19, Penjualan Kurma Dilaporkan Meningkat

Sehingga diharapkan dengan adanya transformasi ini, fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia dapat lebih siap menanggapi kasus dan telah dilengkapi dengan sumber daya yang mumpuni.

Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, jika dibandingkan dengan gelombang kasus varian Delta pada pertengahan 2021, dimana puncak kasus positif mencapai angka 56 ribu.

Saat ini pemerintah melihat adanya tren peningkatan jumlah kasus dengan varian Omicron yang sudah menyentuh angka 64.700 pada pertengahan Februari 2022. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.

Akan tetapi, pemerintah terus memantau tren dan pola tersebut serta optimistis dapat menekan transmisi varian Omicron.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah