“Kenapa harganya naik kita tahu pembebasan tanah di Indonesia susah. Ini yang akhirnya angkanya jadi naik. Kedua Covid-19 ini membuat harga-harga naik, harga baja naik batubara naik, semua juga cost investasi naik yang ada hubungannya dengan sumber daya alam. Jadi memang ada peningkatan karena itu. Kemarin delay lagi karena nggak ada yang bisa kerja. Kan hampir 6-7 bulan tidak bisa kerja,” paparnya Erick.
Erick menilai skema pembangunan mega proyek ini berbeda dengan proyek lainnya. Proyek ini sebenarnya memang tidak bisa sepenuhnya dijalankan dengan skema business to business (B to B) tanpa perlu jaminan dari pemerintah.
Maka dari itu, Erick mengaku melihat proyek ini dari persepsi yang berbeda dan untuk jangka panjang meskipun banyak pihak menilai Kereta Cepat Jakarta-Bandung adalah proyek yang mubadzir, sehingga tidak tepat bila harus mendapatkan pendanaan dari negara.
Baginya, proyek infrastruktur ini adalah sebuah investasi yang hasilnya tidak bisa cepat didapat atau dirasakan.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini bisa membutuhkan waktu 30-40 tahun sampai akhirnya bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Saya melihatnya berbeda. Tapi saya yakin bahwa ini sama seperti proyek investasi yang membutuhkan waktu yang sangat panjang yang akan dirasakan nanti 30-40 tahun lagi dan pasti ada hubungannya dengan logistik nanti bukan saja manusia atau penumpang,” pungkasnya.
Sementara itu, Mantan sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu kembali mengkritik soal penggelontoran dana APBN proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menyadur oleh MEDIA BLITAR dari akun Twitter milik Said Didu, ia mengatakan bahwa nanatinya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung justru akan menjadi museum.