Jika Banyak Ketidakpuasan Dengan Kebijakan Pemerintah, Akankah Peristiwa 98 Terulang di Era Jokowi?

20 November 2020, 13:50 WIB
Presiden Jokowi dalam APEC CEO Dialogues 2020 secara virtual, Kamis, 19 November 2020, dari Istana Kepresidenan Bogor. /twitter.com / @setkabgoid

MEDIA BLITAR - Presiden ke-2 RI Soeharto harus turun dari kursi kekuasaan, setelah berkuasa selama 32 tahun, pada peristiwa Mei 1998.

Akankah peristiwa tersebut akan menjadi kilas balik di era saat ini pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ?

Berbagai desakan publik menjadi penyebab, lantaran adanya kemiripan kondisi yang sama dengan situasi ketika penguasa 32 tahun itu mengakhiri periode jabatannya.

Baca Juga: BSU BLT Guru Honorer Mulai Disalurkan, Segera Cek Daftar Penerima dengan 2 Link di Sini

Banyak ketidakpuasan yang dipicu lantaran beberapa kebijakan, salah satunya yakni RUU Cipta Kerja yang dianggap banyak kalangan tidak berpihak kepada rakyat.

Seperti diberitakan JurnalPresisi.com dalam judul "Akankah Peristiwa 98 Terulang di Era Jokowi ? Ini Kata Pengamat", pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, angkat bicara terkait hal tersebut.

"Dulu itu rakyat tidak percaya karena ekonomi hancur, tentara juga sudah tidak solid, lalu ditambah pula ada sirkulasi elite, sejumlah indikator tersebut lengkap saat itu (Peristiwa 98)," ujarnya, dikutip dari JurnalPresisi.com, saat berbincang dengan Tim Jurnal Presisi, Kamis 19 November 2020.

Baca Juga: Tak Hanya Muslim Pro, Ini 5 Rekomendasi Aplikasi Pengingat Waktu Salat Ini Bisa Kamu Pasang di HPmu

"Untuk sekarang itu hanya rakyat dan mahasiswa saja yang cenderung memberontak kepada pemerintah, tentara masih solid, elite juga sudah diberi posisi yang strategis, pemerintahan aman," tuturnya menambahkan.

Menurut dia, peristiwa Mei 1998 memiliki sejumlah faktor, jika tidak memenuhi maka dipastikan kejadian tersebut tidak akan terulang.

"Analisanya begini, ada beberapa faktor terkait hal tersebut, dimulai dengan krisis ekonomi lalu berimbas ke politik, pertama itu kepercayaan publik rendah terhadap pemerintah, yang kedua, dukungan dari elite, misal rakyat sudah tidak percaya, elite masih mendukung, pemerintah masih aman, lalu yang ketiga Tentara, masih loyal tidak (kepada pemerintah) ? kalau masih loyal ya tidak mungkin 98 terulang," paparnya.

Baca Juga: Kang Emil, Siap Penuhi Panggilan Bareskrim Jakarta Hari Ini, Terkait Prokes Megamendung, Bogor

Namun, lanjut Ujang, jika ada salah satu pemicu yang meledak, peristiwa seperti itu bisa terulang.

"Tapi nantinya, kalau ada pemicu yang lain, misal ada perubahan politik tak terduga, mungkin kejadian (Mei 1998) akan terulang," kata dia.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa keadaan politik di tanah air saat ini sedang tidak stabil.

"Politik itu kan dinamis ya, kalau saya melihatnya saat ini politik di Indonesia itu tidak sehat, tidak ada oposisi, tak ada check and balances terhadap jalannya pemerintahan, ditambah lagi kekecewaan masyarakat terhadap undang-undang yang asal ketok, hal tersebut memunculkan benih-benih kekuatan rakyat yang bakal mengkristal di kemudian hari," urainya.

Baca Juga: CPNS 2019 Jadi yang Terakhir? Tidak akan Buka Rekrutmen ASN hingga 2023, Simak Selengkapnya Di Sini!

Ujang pun memperingatkan pemerintah untuk hati-hati terkait hal tersebut.

"Lalu, jika oposisi nonparlementer, gerakan civil society, itu bisa mengonsolidasi diri dalam jangka waktu satu/dua tahun dan kemudian besar, sinyal bahaya untuk pemerintah," ucapnya.*** (M A Rahman/JurnalPresisi.com)

Editor: Ninditoo

Sumber: Jurnal Presisi

Tags

Terkini

Terpopuler