Menurut pendapatnya, industri hasil tembakau atau rokok merupakan sektor padat karya yang mampu menyerap hingga jutaan tenaga kerja untuk bidang produksi maupun distribusi. Oleh karena itu, kenaikan cukai tembakau dianggap tidak tepat dilakukan saat ini karena banyak masyarakat yang nantinya akan kehilangan pekerjaan akibat pandemi.
Baca Juga: Mulai Dicairkan! Cek Tanda Lolos Banpres UMKM Rp2,4 Juta Tahap 2 dengan Cara Mudah Ini
Baca Juga: Belum Dapat Banpres UMKM Rp2,4 Juta? Ketahui Penyebab dan Solusi untuk Mencairkan BLT ke Bank BRI
"Masalah kesempatan kerja dan pengangguran, itulah masalah yang kedua terberat yang dihadapi pemerintah selain masalah pandemi,” ujar Payaman Simanjuntak.
Payaman Simanjuntak menyebutkan bahwa dengan adanya pandemi pada tahun 2020 ini setidaknya empat juta orang pekerja di sektor formal dan lima juta orang pekerja di sektor informal mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Di sisi lain, ia menilai kenaikan cukai di SKT juga akan menyebabkan turunnya jumlah produksi yang bakal berimbas pada petani tembakau juga.
Baca Juga: Intip Profil Singkat Fara Shakila , Si Kecil Menggemaskan Pemeran Reyna di Sinetron Ikatan Cinta
Anis Byarwati selaku Anggota Komisi XI Fraksi PKS juga menuturkan hal yang senada tentang perlindungan SKT.
"Kenaikan cukai tak tepat dilakukan di tengah masyarakat, sedangkan banyak yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Sementara kebijakan ini berpotensi menyebabkan terjadinya PHK karyawan,” tutur Anis Byarwati.
Anis Byarwati juga menambahkan bahwa kebijakan kenaikan cukai tembakau juga dinilai tidak efektif untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Oleh karena itu, Anis Byarwati meminta pada pemerintah untuk mempertimbangkan ulang rencana kenaikan cukai yang tinggi tersebut.