Dolar Tergelincir dari Level Tertinggi 1 Tahun Setelah Rilis Data Inflasi

14 Oktober 2021, 10:22 WIB
Dolar Tergelincir dari Level Tertinggi 1 Tahun Setelah Rilis Data Inflasi /Pixabay/Gerd Altmann/

MEDIA BLITAR – Setelah 1 tahun rilis data inflasi, dolar semakin lama semakin tergelincir dari jajaran level tertinggi pada akhir perdagangan Rabu (Kamis 14 Oktober 2021, pagi WIB).

Jatuhnya dolar ini ditengarai oleh imbal hasil obligasi pemerintah yang bertenor lebih lama turun setelah data inflasi AS menunjukkan harga-harga naik kuat bulan lalu, sementara risalah dari pertemuan Federal Reserve September mengkonfirmasi tapering segera dimulai.

Baca Juga: Situasi Pangan Korea Utara Tampak Kritis, hingga PBB Lakukan Tindakan Cepat

“Dolar telah bergerak lebih tinggi secara signifikan dan sudah siap untuk mundur di sini, dan saya pikir ini kemungkinan akan memicu itu,” Edward Moya, analis pasar senior di Oanda diusir dari Antaranews oleh MEDIA BLITAR, Kamis 14 Oktober 2021.

Indeks harga konsumen naik 0,4 persen bulan lalu versus kenaikan 0,3 persen yang diantisipasi oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters. Tahun ke tahun, IHK meningkat 5.4 persen, naik dari 5.3 persen pada Agustus.

Tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah berubah, yang disebut IHK inti naik 0,2 persen bulan lalu dibandingkan 0.1 persen pada Agustus.

Baca Juga: Indonesia Siap Pasang Jaringan 5G, Menkominfo Optimis Bawa Dampak Positif bagi Perekonomian

Imbal hasil pada obligasi pemerintah jangka pendek, yang biasanya bergerak seiring dengan ekspektasi suku bunga, meningkat setelah laporan tersebut, sementara imbal hasil obligasi yang lebih lama turun, menunjukkan pasar masih belum memperhitungkan periode inflasi yang berkelanjutan.

Kesenjangan antara surat utang pemerintah dua tahun dan 10-tahun ditutup ke level tersempit dalam dua minggu setelah melebar ke level tertinggi 3,5 bulan pada Jumat 8 Oktober 2021.

 “Pasar sekarang melihat poros utama di sini, sejauh bagaimana inflasi menunjukkan lebih banyak tanda tanda persisten daripada sementara, dan itu kemungkinan akan memaksa tangan Fed untuk memberikan kenaikan suku bunga jauh sebelum apa yang diantisipasi orang,” kata Edward Moya, analis pasar senior di Oanda.

Baca Juga: Manny Pacquiao Berjanji Benahi Ekonomi Filipina Jika Terpilih Menjadi Presiden

Pasar telah memperkirakan kenaikan suku bunga untuk Desember 2022, tetapi sekarang mengincar September tahun itu, katanya.

Greenback awalnya bergerak lebih tinggi setelah data IHK, menyentuh level tertinggi hampir tiga tahun terhadap yen Jepang, sebelum merayap lebih rendah bersama dengan imbal hasil obligasi yang bertenor lebih lama

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam rivalnya, terakhir turun 0.515 persen pada 94,036 dari Selasa 12 Oktober 2021 ketika menyentuh 94,563, tertinggi sejak akhir September 2020.

Baca Juga: Ekonomi Indonesia Kuartal II 2021 Tumbuh 7,07 Persen, Kabar Gembira Bagi Pelaku UMKM di Blitar

“Dolar telah bergerak lebih tinggi secara signifikan dan sudah siap untuk mundur di sini, dan saya pikir ini kemungkinan akan memicu itu,” papar Moya.

Dolar turun 0.29 persen versus yen menjadi 113.275 yen. Euro menguat 0,56 persen pada 1.15945 dolar AS, rebound dari level terendah hampir 15 bulan di 1.1522 dolar AS yang dicapai di ses sebelumnya.

Lonjakan harga energi telah menambah kekhawatiran inflasi dan memicu spekulasi bahwa Fed mungkin perlu bertindak lebih cepat untuk menormalkan kebijakan daripada yang diproyeksikan sebelumnya

Dolar Aussie yang terkait komoditas naik 0,35 persen menjadi 0,7370 dolar AS, mendekati level tertinggi satu bulan di 0.7384 dolar AS yang dicapai pada Selasa 12 Oktober 2021.

Baca Juga: Tanggapan Susi Pudjiastuti Terkait Kebijakan Dalam Usulan Tarif Impor yang Diajukan Produsen di AS

Risalah dari pertemuan kebijakan Fed September mengisyaratkan bahwa para gubernur bank sentral dapat mulai mengurangi dukungan era krisis mereka untuk ekonomi pada pertengahan November, meskipun mereka tetap terbagi atas seberapa besar ancaman yang ditimbulkan oleh inflasi tinggi dan seberapa cepat mereka mungkin perlu dinaikkannya suku bunga sebagai tanggapan.

Tapering dipanggang dalam kue, kata Kathy Bostjancic, kepala ekonom keuangan AS di Oxford Economics

“Pertanyaan yang lebih besar adalah apakah dinamika inflasi akan membuat mereka menjadi lebih agresif dan lebih cepat dalam menaikkan suku bunga? Jadi kenaikan suku bunga sekarang menjadi fokus besar bagi pasar, dan di situlah kita benar-benar melihat aksi harga di sepanjang kurva imbal hasil,” ungkapnya.

Di pasar uang kripto, Bitcoin diperdagangkan naik 1,88 persen pada 57.048,91 dolar AS, setelah mencapai level tertinggi lima bulan di 57.855,79 dolar AS pada awal pekan.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler