Larangan Pernikahan Adat Minangkabau, Laki-Laki Minang Dilarang Menikahi Wanita Luar Suku Sunda Termasuk?

20 Agustus 2021, 10:44 WIB
Larangan Pernikahan Adat Minangkabau, Laki-Laki Minang Dilarang Menikahi Wanita Luar Suku Sunda Termasuk? /Instagram/@lestykejora/

MEDIA BLITAR - Minang atau Minangkabau adalah kelompok kultur etnis yang menganut sistem adat yang khas, yakni sistem kekeluargaan menurut garis keturunan perempuan yang biasa dikenal sebagai sistem matrilineal.

Dalam budaya Minang pernikahan adalah satu peristiwa penting dalam membentuk kehidupan dan membentuk kelompok baru.

Maka dari itu, dalam budaya Minangkabau sangat mengatur tentang hal ini, bahkan ada larangan yang harus dipatuhi saat akan memilih calon istri atau suami.

Baca Juga: Lirik Lagu Takdir Cinta Lesty Kejora dan Rizki Billar, Single Duet Jelang Pernikahan

Salah satu larangannya adalah ternyata laki-laki dari suku minang dilarang untuk menikahi wanita dari luar suku.

Seperti yang diketahui bahwa suku Minang memegang erat sistem matrilineal. Suku bangsa yang menganut sistem matrilineal menjadikan setiap anak-anak yang lahir dari suku Minangkabau mengikuti suku ibunya.

Matrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu 'mater' yang berarti ibu, dan 'linea' yang berarti garis. Jadi, matrilineal berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu.

Baca Juga: Jadi Saksi Pertemuan Pertama Rizky Billar dan Lesti Kejora, Tukul Arwana Hadir di Pernikahan sang Biduan

Pada masyarakat yang menganut sistem matrilineal seperti di Minangkabau, masalah perkawinan adalah masalah yang dipikul oleh mamak (paman).

Seorang mamak (paman dari pihak ibu) peranannya yang sangat besar sekali terhadap kemenakannya yang akan melakukan perkawinan.

Dalam susunan masyarakat matrilineal Minangkabau, seorang anak yang dilahirkan menurut hukum adat hanya akan mempunyai hubungan hukum dengan ibunya.

Baca Juga: Madam Rifdha Ramal Pernikahan Alvin Faiz dan Henny Rahman: Dipoligami Tidak? Jawabannya Ya

Dengan demikian, anak akan menjadi atau masuk klan atau suku ibunya sedangkan terhadap ayahnya anak secara lahiriah tidak mempunyai hubungan apa-apa walaupun secara alamiah dan rohaniah mempunyai hubungan darah.

Begitu pula sebaliknya, seorang ayah tidak akan mempunyai keturunan yang menjadi anggota keluarganya.

Oleh sebab itu, seorang ayah tidak perlu bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya untuk memelihara anak-anak dan membesarkannya, juga wewenang untuk mengawinkan

Perkawinan eksogami meletakkan para istri pada status yang sama dengan suaminya. Stelsel matrilineal serta pola hidup komunal menyebabkan mereka tidak bergantung kepada suaminya.

Walaupun suami sangat dimanjakan di dalam rumah tangga, ia bukanlah pemegang kuasa atas anak dan istrinya. Jika ia ingin terus dimanjakan, maka ia harus pandai-pandai pula menyesuaikan dirinya.

Menurut alam pikiran orang Minangkabau, perkawinan yang paling ideal adalah perkawinan antara keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak dan kemenakan.

Baca Juga: Bulan Suro jadi Bulan Keramat, hingga Pernikahan Tak Boleh Digelar? Ini Kata Buya Yahya

Perkawinan demikian lazim disebut sebagai pulang ka mamak atau pulang ka bako. Pulang ka mamak berarti mengawini anak mamak, sedangkan ‘pulangka bako’ berarti mengawini kemenakan ayah.

Dengan kata lain, perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau antara “awak samo awak”.

Suku Minang menganggap bahwa menikah dengan satu suku adalah pernikahan yang ideal daripada pernikahan di luar suku.

Suku Minang percaya bahwa sistem yang mereka anut akan lebih terjaga apabila tidak ada campur tangan dari orang luar dengan kata lain suku di luar Minang.

“Itu bukan menggambarkan mereka menganut sikap yang eksklusif. Pola perkawinan awak samo awak itu berlatar belakang sistem komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Sistem yang dianut mereka itu barulah akan utuh apabila tidak dicampuri orang luar,” tulis Asmaniar dilansir dari jurnal Perkawinan Adat Minangkabau oleh MEDIA BLITAR, Jumat 20 Agustus 2021.

Baca Juga: Rizky Billar Diberikan Kejutan Dalam Acara Lepas Lajang Jelang Pernikahan dengan Lesti Kejora

Larangan Perkawinan dengan Orang Luar Suku

Jika sudah begitu konsekuensi apa yang kiranya akan diterima apabila laki-laki dari Minang menikah dengan suku diluar Minang, misalnya suku Sunda atau suku Jawa?

Perkawinan dengan orang luar, terutama mengawini perempuan luar dipandang sebagai perkawinan yang dapat merusak struktur adat mereka.

Pertama-tama, karena anak yang lahir dari perkawinan itu bukanlah suku bangsa Minangkabau. Karena seperti yang disebutkan di atas bahwa suku Minang menganut sistem matrilineal, mengikuti suku ibunya.

Baca Juga: Aturan Baru Selama Diberlakukan PPKM Level 3: Tempat Ibadah dan Resepsi Pernikahan Diizinkan

Di samping itu, kehidupan istri akan menjadi beban bagi suaminya, padahal setiap laki-laki bertugas utama bagi kepentingan sanak saudaranya, kaumnya, dan nagarinya.

Oleh karena itu, kehadiran seorang istri yang orang luar dipandang sebagai beban bagi seluruh keluarga pula.

Bahkan dapat pula laki-laki itu akan menjadi ‘anak hilang’ dari kaum kerabatnya karena kepintaran perempuan itu merayu suaminya.

Sebaliknya, perkawinan perempuan mereka dengan laki-laki luar tidaklah akan mengubah struktur adat, karena anak yang lahir tetap menjadi suku bangsa Minangkabau.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Tags

Terkini

Terpopuler