Musim Kemarau Membuat Permukaan Aliran Sungai Citarum di Perbatasan Bandung Barat Menjadi Mengering

- 20 September 2021, 21:06 WIB
Musim Kemarau Membuat Permukaan Aliran Sungai Citarum di Perbatasan Bandung Barat Menjadi Mengering
Musim Kemarau Membuat Permukaan Aliran Sungai Citarum di Perbatasan Bandung Barat Menjadi Mengering /

MEDIA BLITAR – Seperti diketahui bahwa sungai citarum merupakan sungai terbesar di Tatar Pasundan provinsi Jawa Barat dan sungai tersebut dinilai dengan sejarah, ekonomi dan sosial yang penting sejak tahun 2007 menjadi salah satu dari sungai dengan tingkat ketercemaran tertinggi di dunia.

Perkembangan teknologi dan pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk yang memberikan beban berlebihan terhadap daya dukung lingkungan, semakin diperparah dengan kurang bijaknya perilaku manusia di dalam mengelola sumber daya alam.

Hal tersebut, seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah rumah tangga, peternakan, Industri, serta penyalahgunaan ruang.

Baca Juga: Banjir Musiman Sungai Gangga India, Ratusan Makam Covid-19 Dikabarkan Terdampak

Namun hingga saat musim kemarau seperti ini, membuat permukaan aliran Sungai citarum di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Cianjur, Jawa Barat mengering dan aktivitas warga di sana yang bermukim di sepanjang sungai tersebut pun terkena imbasnya.

Dilansir dari artikel PikiranRakyat.com, dalam pantauannya pada Minggu, 19 September 2021 penyusutan Citarum tampak di perbatasan Desa Mandalawangi, Kecamatan Cipatat, KBB dan Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur.

Seperti diketahui permukaan Citarum yang sudah jelas pula terlihat dari Jembatan Rajamandala, biasanya tepian sungai tersebut air berubah menjadi tanah kering.

Sementara itu, area tersebut yang dimanfaatkan warga guna menanam sejumlah beberapa tanaman dan kekeringan terparah terlihat di sekitar Kampung Muhara, Desa Cihea yang berbatasan dengan Kampung Tagog, Desa Mandalawangi.

Baca Juga: Banjir Musiman Sungai Gangga India, Ratusan Makam Covid-19 Dikabarkan Terdampak

Namun, dalam lokasi tersebut tepi pinggiran sungainya kering dengan menyisakan hanya sedikit genangan air dan beberapa lalu perahu maupun rakit bambu juga kandas.

Salah satu warga Tagog, Rifai (73) mengungkapkan bahwa penyusutan atau kekeringan memang rutin terjadi di Citarum.

“Tiap tahun kitu (Setiap tahun terjadi seperti itu),” kata Rifai, seperti dikutip dari artikel PikiranRakyat.com.

Selain itu menurut Aep (50) merupakan warga Muhara, juga mengatakan bahwa penyusutan Citarum sudah terjadi sebulan.

Namun, jika terjadi musim hujan ketinggian permukaan air bisa mencapai sekitar 20 meter dan air bahkan merendam kawasan tepi sungai yang biasa ditanami warga dan kini aliran Citarum turun drastis.

Baca Juga: BERITA DUKA! Seorang Bocah SD Ditemukan Tewas Tenggelam di Sungai Bekas Tambang Pasir di Blitar

Di pinggirannya ia mengatakan, bahwa air tersisa paling banyak hanya semata kaki dan di lumpur dasar sungai juga ada yang berubah menjadi tanah kering, serta aktifitas penampangan pasir warga juga ikut terganggu karena perahu-perahunya pengangkutan kandas.

“Saya sudah tak bisa menambang pasir,” ucapnya kembali.

Dengan adanya musim kemarau, sehingga banyak penambang yang tidak berpenghasilan. Salah satu warga disana Aep yang memanfaatkan tanah tepian sungai dengan menanami jagung, dengan adanya hal tersebut jagung-jagung tersebut bisa dijual untuk menyambung hidup.

Selain itu, juga ada perahu-perahu angkutan yang biasanya membawa para pemancing turut terkena dampaknya karena sulit beroperasi, biasanya warga disana menggunakan jasa perahu untuk membawanya ke Leuwi Teureup dan Leuwi Jurig kawasan hilir atau Bantarkalong di hulu Citarum.

Baca Juga: Innalillahi, Bocah Asal Blitar Tenggelam Usai Mancing dan Mandi di Sungai Bekas Tambang Pasir

Dengan adanya surutnya permukaan sungai Citarum di kawasan Cihea dan Mandalawangi terjadi lantaran menyusutnya Waduk PLTA Saguling di musim kemarau ini.***

Editor: Farra Fadila

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah