Jika Ngotot Ikuti AS, Prancis, China Terancam akan Alami Wabah COVID-19 'Kolosal' Apa Maksudnya?

28 November 2021, 21:28 WIB
Jika Ngotot Ikuti AS, Prancis, China Terancam akan Alami Wabah COVID-19 'Kolosal' Apa Maksudnya? //pixabay/

MEDIA BLITAR – Jika ngotot mengikuti kebijakan nol toleransi serta mencabut pembatasan perjalanan seperti Amerika Serikat (AS), China terancam akan mengalami Wabah COVID-19 'Kolosal'. Lantas apa maksudnya.

Kesimpulan itu terungkap dalam laporan hasil penelitian para matematikawan Universitas Peking yang dimuat dalam China CDC Weekly terbitan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China.

Baca Juga: China Diprediksi akan Alami Wabah COVID-19 'Kolosal' Jika Ngotot Ikuti AS, Prancis

China diprediksi akan menghadapi lebih dari 630.000 kasus COVID-19 per hari jika negara itu ngotot untuk meninggalkan kebijakan nol toleransi serta mencabut pembatasan perjalanan.

“Pada saat ini, kita tidak siap menghadapi strategi 'membuka diri,” laporan hasil penelitian Universitas Peking dilansir dari Antara oleh MEDIA BLITAR, Minggu 28 November 2021.

Para peneliti itu mengatakan China tak akan sanggup mencabut pembatasan perjalanan tanpa vaksinasi yang lebih efisien atau pengobatan khusus.

Baca Juga: Sukses Antar Pemain China Jadi Juara Badminton Dunia, Pelatih Indonesia Ini Justru Tidak Dianggap Penting

Dengan menggunakan data selama Agustus dari Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Prancis, dan Israel, mereka menilai potensi dampak apabila China mengadopsi taktik pengendalian pandemi yang diterapkan negara-negara itu.

Kasus harian di China akan mencapai sedikitnya 637.155 jika menerapkan strategi pandemi AS, kata laporan itu.

Jika mengikuti Inggris, jumlah kasus di China akan mencapai 275.793 per hari dan jika mengikuti Prancis, kasus hariannya menjadi 454.198.

Baca Juga: Mendadak Lockdown, Dua WNI Kejebak di Zhejiang University China Imbas Apa?

"Perkiraan itu mengungkap kemungkinan riil terjadinya wabah kolosal yang hampir pasti akan menimbulkan beban sangat berat pada sistem kesehatan," kata laporan itu.

"Temuan kami telah memberi peringatan yang jelas bahwa, pada saat ini, kita tidak siap menghadapi strategi 'membuka diri' yang disandarkan hanya pada hipotesis kekebalan kelompok dari vaksinasi seperti yang disarankan sejumlah negara Barat," tulis matematikawan dalam laporan tersebut.

Para peneliti itu mengingatkan bahwa perkiraan mereka didasarkan pada perhitungan dasar aritmatika dan bahwa pemodelan yang lebih canggih diperlukan untuk meneliti evolusi pandemi jika pembatasan perjalanan dicabut.

Baca Juga: Tambah 1300 Pemukiman Anyar Yahudi di Tepi Barat, AS Kecam Israel untuk Pertama Kalinya

China telah menerapkan kebijakan nol toleransi terhadap COVID-19 dengan mementingkan upaya menahan penyebaran infeksi lokal lewat penelusuran, isolasi, dan penanganan orang yang terinfeksi.

Pada Sabtu 27 November 2021, China melaporkan 23 kasus tambahan atau turun dari 25 pada hari sebelumnya, menurut data otoritas kesehatan, Minggu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat 26 November 2021 menetapkan varian baru COVID-19 yang ditemukan di Afrika Selatan sebagai "varian yang diwaspadai" (variant of concern).

Varian yang dinamai "Omicron" itu telah mendorong sejumlah negara untuk membatasi perjalanan.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Tags

Terkini

Terpopuler