Network
MEDIA BLITAR – Sandwich generation merupakan sebutan yang diberikan kepada individu yang harus mencukupi kebutuhan ekonomi banyak pihak dalam satu waktu. Meliputi diri sendiri, keluarga intinya dan orang tua. Sandwich generation banyak dijumpai pada negara berkembang seperti Indonesia yang kental dengan nilai-nilai kekerabatannya.
Penggunaan istilah Sandwich Generation untuk kali pertama dikenalkan oleh Seorang profesor di Universitas Kentucky, Lexington, Amerika Serikat bernama Dorothy A, Miller pada tahun 1981 melalui sebuah jurnal berjudul “The ‘Sandwich’ Generation: Adult Children of the Aging”.
Baca Juga: Putuskan Mata Rantai Sandwich Generation, Anak Bukan Celengan Hidup
Dalam jurnal tersebut Dorothy mendeskripsikan Sandwich Generation sebagai orang dewasa yang terjepit tanggung jawab menafkahi antara orang tua dan anak yang tumbuh dewasa.
Orang yang terjebak dalam posisi ini harus menanggung biaya hidup orang tua, anak, sekaligus diri mereka sendiri.
Kondisi ini jelas membuat mereka rentang mengalami tekanan mental dan berujung pada stress. Kondisi ini bisa dipahami sebab mereka adalah tulang punggung keluarga, dan juga pemebri nafkah utama bagi hidup anak-anak mereka.
Baca Juga: Pantas Kaya Tujuh Turunan, Ternyata 5 Benda Hoki ini Jadi Simpanan Etnis Tionghoa
Jika dikaitkan dengan sebuah survei ekonomi, terdapat kecenderungan anak-anak di Indonesia untuk berbakti dengan cara menanggung beban hidup orang tua.
Berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas, 2017) mengenai status tinggal bersama lansia di Indonesia yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2017, mayoritas lansia masih tinggal dalam bentuk tiga generasi atau bersama keluarga.
