Sleep Apnea, Gangguan Henti Napas yang Bisa Tingkatkan Risiko Serangan Jantung, Stroke, dan Kematian Mendadak

28 Oktober 2021, 09:12 WIB
Ilustrasi - Sleep Apnea, Gangguan Henti Napas yang Bisa Tingkatkan Risiko Serangan Jantung, Stroke, dan Kematian Mendadak /pexels

MEDIA BLITAR – Gangguan henti napas sejenak, Sleep apnea ternyata bisa meningkatkan resiko penyakit lainnya seperti serangan jantung, stroke, hingga resiko kematian mendadak. Hal itu diungkapkan oleh Konsultan Laring Faring Departemen THT-KL FKUI RSCM, dr Fauziah Fardizza.

Sleep apnea adalah gangguan tidur yang berpotensi serius di mana pernapasan berulang kali berhenti. Jika kamu mendengkur keras dan merasa lelah, bahkan setelah tidur malam penuh, Anda mungkin mengalami sleep apnea.

Penelitian Journal of the American College of Cardiology pada 2013 juga menyebutkan penderita OSA memiliki risiko tinggi kematian akibat komplikasi jantung.

Baca Juga: Rilis Ranking BWF Ganda Putra Terbaru: Bahaya Posisi Minions Usai Kalah di Denmark Open 2021?

Yale School of Medicine pada 2007 juga memperingatkan bahwa OSA dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau kematian sebesar 30 persen dalam periode waktu 4 hingga 5 tahun.

“OSA sendiri tidak menyebabkan henti napas permanen, tapi serangan jantungnya yang akan mengakibatkan kematian pada penderita OSA,” tutur Fauziah dilansir oleh MEDIA BLITAR, Rabu 27 Oktober 2021.

Tidak hanya serangan jantung, gangguan OSA juga meningkatkan risiko stroke sebanyak 2 hingga 3 kali menurut penelitian American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine pada 2010.

Baca Juga: 3 Jenis Makanan Berikut Ini Bahaya Bagi Tubuh, Salah Satunya Tomat Kalengan

Menurutnya, seseorang patut waspada jika dengkuran terdengar keras serta diikuti henti nafas sejenak atau dalam istilah kedokteran disebut obstructive sleep apnea (OSA).

“Mendengkur yang benar adalah bunyi nafas teratur. Mendengkur itu adalah tertutupnya sebagian jalan napas. Sedangkan sleep apnea tertutupnya total jalan napas selama 10 detik yang kemudian diikuti dengan penurunan kadar oksigen,a” ujarnya.

Selain dengan dengkuran keras dan henti napas sejenak, gejala OSA juga ditandai dengan batuk batuk serta tersedak saat tidur.

Baca Juga: Bahaya Database KPAI dan Bank Jatim Terindikasi Dijual di RaidForums, Akankah Terjadi Kebocoran Data?

Pada anak kecil yang bernapas melalui mulut, biasanya mereka akan gelisah selama tidur karena berusaha mencari posisi yang nyaman untuk bernapas.

Fauziah menjelaskan bahwa bagian belakang hidung pada anak-anak terkadang ada kelenjar adenoid yang dapat mempengaruhi hambatan jalan nafas, Kelenjar adenoid biasanya akan menghilang ketika anak berusia 7 hingga 8 tahun.

“Mendengkur yang berbahaya ini ternyata seperti fenomena gunung es. Pangkalnya saja yang terlihat di permukaan laut, sepertinya sedikit padahal di bawahnya itu banyak sekali,” ujarnya.

Baca Juga: Aurel Hermansyah Tegas Beri Wejangan Ini pada Lesti Kejora, atau Janin sang Biduan dalam Bahaya

Fauziah mengatakan penelitian gangguan OSA belum banyak dan Indonesia masih membutuhkan lebih banyak penelitian lagi sehingga dapat memetakan data yang akurat.

Gejala OSA Sulit Disadari

Hasil penelitian oleh dokter spesialis neuroiogi Dr Rimawati yang dipresentasikan di ASEAN Sleep Congress pada 2015 menyebutkan gangguan OSA di Indonesia terjadi 168 persen pada laki-laki dan 17 persen pada perempuan. Penelitian tersebut didapatkan dalam kasus yang ditangani Dr Rimawati.

Selain tu, banyak orang yang tidak menyadari gejala dan bahaya OSA, terutama bagi mereka yang tidur sendirian dan tidak ada yang memperhatikan intensitas dengkuran, sehingga masih sedikit yang memeriksakan diri ke dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorok (Hi).

Baca Juga: Bahaya Lupa Sarapan Pagi Menurut Para Ahli Bisa Picu Kerusakan Organ Hingga Beresiko 59 Persen

Fauziah mengatakan OSA dapat terjadi karena jalan napas tersumbat atau terhalang oleh struktur lurik atau otot di belakang tenggorokan, seperti kelenjar adenoid, concha atau struktur lekukan bagian dalam hidung yang merah besar, uvula yang panjang, serta amandel bankan posisi lidah yang tenatun ke bagian dalam saat tidur juga dapat mempengaruhi keluar masuknya udara

Henti napas ketika tidur atau OSA dapat menyebabkan penurunan oksigen di dalam tubuh. Badan menjadi stres dan akan bereaksi, salah satunya jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah menyempit. Akibatnya tekanan darah menjadi tinggi, nadi semakin cepat, volume darah yang tinggi.

"Jadi, bila kita melihat gejala berhenti napas pada orang tua atau keluarga kita yang terjadi ketika tidur, atau melihat orang mudah sekali mengantuk di siang hari, sebaiknya lakukan pemeriksaan dan self-assessment sehingga akan membawa pasien tersebut untuk berobat dan akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas dan kasus OSA ini,” papar Fauziah***

Editor: Farra Fadila

Tags

Terkini

Terpopuler