Kritik Permendikbud, Mardani: Jangan Sampai Kekerasan Seksual Berubah Menjadi Kebebasan Seksual!

15 November 2021, 19:43 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual/ Kritik Permendikbud, Mardani: Jangan Sampai Kekerasan Seksual Berubah Menjadi Kebebasan Seksual! /Freepik

 

MEDIA BLITAR – Menteri Pendidikan Nadiem Makarim baru-baru ini mengeluarkan peraturan Menteri Pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Permendikbud Ristek) nomor 30 tahun 2021 tentang penanganan kekerasan seksual (PPKS), yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan berbagai pihak.

Perdebatan ini santer digaungkan oleh organisasi keagamaan yang menganggap permendikbud ini terlalu ambigu pada salah satu frasa pada pasal-pasalnya.

Indonesia lawyers club (ILC) ikut mengambil bagin untuk melakukan dskusi bersama dengan pakar pada bidangnya masing-masing.

Baca Juga: Berapi-api Debat Soal Isu Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan, Cinta Laura Buat Warganet Terpukau

Pada YouTube channel Indonesia lawyers club yang ditayangkan pada tanggal 12 November 2021, dengan judul Menteri Nadiem legalkan seks bebas? Bung Karni Ilyas menghadirkan tujuh pakar dan tokoh inti dalam organisasi.

Mereka perwakilan dari Muhammadiyah, PKS, Universitas Ibnu Chaldun, DPP PSI, aktivis perempuan, pemerhati perempuan dan anak serta pakar hukum pidana.

Permasalahan yang selama ini diminta untuk dirubah atau bahkan dicabut adalah pada pasal 5 ayat 2 huruf I “menyentuh, mengusap, meraba, memegang, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban”.

Baca Juga: Tanggapan Kemal Palevi Soal Saipul Jamil yang Ogah Disebut Pedofilia dan Predator Seksual: Salam dari Binjai

Bung Karni Ilyas mengawali diskusi dengan membuka komunikasi dengan Bapak Khudzaifah Dimyati selaku wakil ketua Majelis DIKTILITBANG PP Muhammadiyah, karena selama ini pihak dari Muhammadiyah yang paling santer menentang Permendikbud ini.

Melalui perwakilannya, Muhammadiyah menyampaikan keberatan atas frasa dari permendikbud no 30 tahun 2021 pasal 5 ayat 2. Ada beberapa poin yang diangkat oleh Bapak Dimyati.

Pertama, dalam pembuatan permendikbud ini, menurut Dimyati, tidak dilibatkan perwakilan dari perguruan tinggi, yang seharusnya mereka dilibatkan dalam pembuatan permendikbud.

Baca Juga: Bantah Intervensi Korban Pelecehan Seksual di KPI Pusat: Dampingi Terduga Korban

Kedua, frasa yang digunakan dalam pasal 5 ayat 2 “tanpa persetujuan korban” memunculkan penafsiran yang ambigu, sehingga harus direvisi atau bahkan seharusnya dicabut.

“Berarti bila disetujui oleh korban, maka perbuatan itu adalah legal?” ungkap Bapak Dimyati selaku wakil dari PP Muhammadiyah.

Pendapat ini didukung pula oleh narasumber dari anggota DPR RI F PKS, Mardani Ali sera. Menurutnya, frasa dalam permendikbud no 30 tahun 2021 pasal 5 ayat 2 ini sangat ambigu dan harus segera direvisi apabila perlu harus segera dicabut.

Baca Juga: Beredar Foto Oknum Guru Meremas Payudara Siswi di Media Sosial, Netizen: Usut Tuntas Guru Cabul

“Keberatan dari teman-teman muhammadiyah termasuk kami dari Partai keadilan sejahtera semata-mata ingin membuat permendikbud ini menjadi sesuatu yang memberikan solusi bukan malah menambah solusi karena dari, katakan dari Tindakan kekerasan seksual menjadi kebebasan seksual, karena keduanya merupakan kutub ekstrim yang harus ditentang” jelas Mardani Ali.

“Benar ada kasus kekerasan seksual, tapi jangan sampai dari permendikbud ini ada peluang kebebasan seksual” tegas Mardani.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Tags

Terkini

Terpopuler