Unjuk rasa itu dilakukan dalam dua gelombang, selain hari perempuan se-dunia, aksi itu dilakukan terkait otonomi khusus di Papua.
Saat itu, terjadi aksi saling dorong antara petugas keamanan dengan mahasiswa. Sejumlah mahasiswa diamankan polisi terkait tuntutan soal otonomi khusus Papua.
Baca Juga: Krisdayanti Pastikan Hadir di Lamaran Aurel Besok? KD: Mudah-Mudahan Bisa Berjalan Dengan Lancar
Merespon hal itu, Mahasiswa yang mengatasnamakan diri Aliansi Gerakan Perempuan Bersama Rakyat (Gerak) mendatangi Mapolresta Malang.
Ketika itu, mereka menuntut mahasiswa yang ditangkap polisi untuk dibebaskan. Saat inilah, diduga Kapolresta Malang berbuat rasis kepada mahasiswa Papua.
Pelaporan itu, lanjut Michael, dilakukan untuk meredam terjadinya pergolakan sehingga peristiwa di Surabaya pada 2019 lalu tidak terulang.
Dalam laporan itu, mahasiswa Papua menuntut Leonardus Simarmata untuk meminta maaf. Juga dirinya agar dicopot dari jabatannya sebagai Kapolresta Malang.
Baca Juga: Anya Geraldine Sebut Alasan Putus Hubungan, Uus: Lu Pacaran Ama Resepsionis Apartemen Aja
Baca Juga: Sri Mulyani: Pendidikan Penting untuk Mengatur Pola Pikir
"Kami memohon kepada Bapak Kapolri untuk menindaklanjuti kasus ini agar bisa mempertanggungjawabkan ucapan tersebut," kata Michail Himan selaku kuasa hukum mahasiswa Papua.