BIKIN MERINDING! Rekaman Black Box Lion Air JT 610 Pernah Bocor, Berikut Isi Percakapan Pilot

14 Januari 2021, 15:25 WIB
ILUSTRASI Rekaman Black Box Lion Air JT 610 Pernah Bocor, Berikut Isi Percakapan Pilot / pikiranrakyat.com artmedia/

MEDIA BLITAR – Pada hari Sabtu 9 Januari 2021 lalu, pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan laut Jawa, tepatnya di sekitar pulau Laki. Saat ini, rekaman black box Sriwijaya Air SJ 182 yang berupa Flight Data Recorder (FDR) atau perekam data penerbangan sudah ditemukan pada hari Selasa, 12 Januari 2021 kemarin.

Walaupun nantinya data tersebut sudah terbaca, isi rekaman black box Sriwijaya Air SJ 182 tidak akan dipublikasikan karena larangan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Akan tetapi dilansir dari Reuters, isi percakapan terakhir cockpit voice recorder (CVR) dari kotak hitam atau black box antara pilot dan kopilot Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang pada Oktober 2018 lalu pernah bocor.

Baca Juga: Panglima TNI Angkat Bicara Soal Black Box Sinyal Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di Kepulauan Seribu

Dilansir dari Reuters, pilot Lion Air berjenis Boeing 737 MAX sempat membaca buku panduan (handbook) untuk memahami mengapa pesawat itu menukik ke bawah pada menit-menit terakhir sebelum menabrak permukaan laut yang menewaskan 189 orang di dalamnya.

Namun tak banyak yang bisa mereka lakukan. Mereka akhirnya kehabisan waktu dan terhempas seketika ke dalam lautan. Ini adalah pertama kalinya konten perekam suara dari penerbangan Lion Air dipublikasikan.

Ketiga narasumber dari Reuters membahasnya dengan syarat nama mereka disamarkan alias anonim. Akan tetapi, Reuters sendiri menyebutkan tidak memiliki akses ke rekaman atau transkrip tersebut.

Baca Juga: Tidak Hanya Insiden Pesawat, Paranormal Mbak You Juga Ramalkan Fenomena Alam di 2021

Investigasi yang memeriksa kecelakaan Lion Air JT 610 di Indonesia sedang mempertimbangkan bagaimana komputer memerintahkan pesawat untuk menukik sebagai respons terhadap data dari sensor yang salah dan apakah pilot memiliki pelatihan yang cukup untuk merespons keadaan darurat dengan tepat.

Menurut laporan awal yang dirilis pada November 2018, kapten pilot Lion Air memegang kendali penerbangan JT 610 ketika pesawat itu lepas landas dari Jakarta, sedangkan co-pilot pesawat bertugas menangani radio.

Hanya dua menit setelah penerbangan, petugas pertama melaporkan "masalah kontrol penerbangan" ke kontrol lalu lintas udara dan mengatakan pilot bermaksud untuk mempertahankan ketinggian 5.000 kaki, menurut laporan November 2018.

Baca Juga: BREAKING NEWS : Garuda dan Lion Air Gagal Mendarat di Pontianak, Sriwijaya Air Berhasil Landing

Petugas pertama tidak merinci masalahnya, tetapi satu sumber mengatakan kecepatan udara disebutkan pada rekaman suara kokpit, dan sumber kedua mengatakan indikator menunjukkan masalah pada tampilan kapten tetapi bukan pada petugas pertama.

"Kapten meminta petugas pertama untuk memeriksa buku pedoman referensi cepat, yang berisi daftar periksa untuk kejadian abnormal," ungkap narasumber pertama Reuters.

Selama sembilan menit berikutnya, pesawat memperingatkan pilot bahwa pesawat tersebut dalam kondisi stall.

Baca Juga: Kebersamaan Syech Ali Jaber dan Virgoun: Terima Kasih Telah Menuntunku Bersyahadat

Kondisi stall adalah ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk menghasilkan daya angkat dan membuatnya tetap terbang.

Dikatakanan sumber itu, kapten berjuang menaikkan pesawat, tetapi komputer masih salah mendeteksi adanya gangguan, terus menekan hidung pesawat menggunakan sistem trim pesawat. Biasanya, trim menyesuaikan permukaan kendali pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan rata.

"Mereka sepertinya tidak tahu trim itu bergerak turun. Mereka hanya memikirkan tentang kecepatan udara dan ketinggian. Itulah satu-satunya hal yang mereka bicarakan," kata sumber ketiga.

Baca Juga: Game Flight Simulator Milik Microsoft Ajak Para Gamer Jadi Pilot Sudah Bisa Dipesan

"Pilot JT610 tetap tenang selama sebagian besar penerbangan," jelas tiga narasumber tersebut.

Menjelang akhir, kapten meminta petugas pertama untuk terbang sementara dia memeriksa manual untuk mencari solusi.

Sekitar satu menit sebelum pesawat menghilang dari radar, kapten kemudian meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian 5.000 kaki. Permintaannya ini disetujui, menurut laporan awal tersebut.

Baca Juga: Syekh Ali Jaber Berpulang, Ucap Bela Sungkawa, Atta Halilintar: Ulama Panutanku

Menurut narasumber kedua, saat kapten itu berusaha untuk menemukan prosedur yang tepat di buku panduan, petugas pertama tidak dapat mengendalikan pesawat.

“Ini seperti ujian dimana ada 100 soal dan waktu habis baru menjawab 75. Jadi, anda panik. Ini adalah kondisi time-out," ungkap narasumber ketiga.

Kapten kelahiran India itu pada akhirnya terdiam, sementara co-pilot asal Indonesia menyerukan "Allahu Akbar". Setelah itu, pesawat menghantam perairan laut dan menewaskan semua orang yang di dalamnya.

Baca Juga: Jadi Istri Sultan Aldebaran, Segini Harga Ootd Andin dalam Sinetron Ikatan Cinta: Murah dan Cantik!

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis temuan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, terdapat kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP atau Angle of Attack (AOA). AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang.***

Editor: Rezky Putri Harisanti

Sumber: REUTERS Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler