Keteteran Hadapi Krisis Ekonomi Junta Myanmar Salahkan Asing, Menteri: Ada Sabotase yang Didukung Asing

- 19 Oktober 2021, 20:09 WIB
Keteteran Hadapi Krisis Ekonomi Junta Vietnam Salahkan Asing, Menteri: Ada Sabotase yang Didukung Asing/Reuters/
Keteteran Hadapi Krisis Ekonomi Junta Vietnam Salahkan Asing, Menteri: Ada Sabotase yang Didukung Asing/Reuters/ /

MEDIA BLITAR – Otoritas Myanmar tengah berupaya sekuat tenaga untuk menghidupkan kembali ekonomi yang kacau balau setelah kudeta pada bulan Februari lalu.

Myanmar memang tengah keteteran karena dilanda krisis ekonomi yang semakin menjadi-jadi, mereka berupaya menstabilkan nilai mata uang kyat yang anjlok.

Kyat, mata uang Myanmar anjlok 60 persen terhadap dollar AS di tengah protes, pemogokan, dan kelumpuhan ekonomi selama berbulan-bulan setelah kudeta.

Baca Juga: Pengen Nyari Muka ke ASEAN dan Dunia Internasional, Myanmar Bebaskan 5.600 Tahanan Politik

Menteri Investasi dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Myanmar Aung Naing Oo mengatakan kepada Reuters pada hari Selasa 19 Oktober 2021, keterpurukan ekonomi yang dialami oleh Myanmar ini adalah ulah dari asing dan pendukung anti kudeta.

Dilansir dari Frontier Myanmar oleh MEDIA BLITAR, kini nilai mata uang negara tersebut berada di kisaran 2.700 kyat per dollar AS atau mencapai titik terendahnya pada bulan September lalu sebelum akhirnya sedikit menguat di kisaran 2.200 kyat per dollar AS.

Melansir dari Reuters inflasi di Vietnam kini melonjal menjadi sebesar 6,51% sejak militer mengambil alih kekuasaan. Padahal sebelumnya inflasi di negara tersebut hanya sebesar 1,51% sebelumnya.

Baca Juga: Gegara Desakan ASEAN Myanmar Harus Rela Bebaskan Ratusan Tahanan Politik

Sedangkan untuk cadangan devisa mencapai 11 triliun kyat, atau $6,04 miliar pada tingkat resmi bank sentral, kata menteri, Aung Naing Oo kepada Reuters.

Ini adalah pertama kalinya Myanmar mengungkapkan tingkat mata uang asingnya sejak pemerintah di kudeta oleh Junta.

Angka tersebut dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan angka di Bank Dunia yang hanya $7,67 miliar pada akhir tahun 2020.

Baca Juga: Indonesia Desak Myanmar Setujui Pengangkatan Utusan ASEAN

Menteri investasi junta mengatakan Myanmar memang menderita akibat dampak pandemi COVID-19 tetapi ia bersikukuh dan menghubungkan anjloknya ekonomi di negara itu akibat dari sabotase oleh penentang Junta, sebuah strategi yang katanya didukung oleh beberapa elemen asing.

“Pandemi telah menimbulkan ancaman serius di Myanmar. Ini telah menyebabkan perlambatan ekonomi yang diperburuk oleh sabotase dan pembangkangan sipil yang telah mempengaruhi stabilitas nasional,” ujarnya melansir dari Reuters oleh MEDIA BLITAR, Selasa 19 Oktober 2021.

Namun, saat ditanya mengenai apakah ada bukti yang mendukung pertanyaan kontroversial tersebut atau negara apa yang sekiranya menjadi dalang keterpurukan ekonomi di Myanmar ia malah kehabisan kata.

Baca Juga: Aksi Militer Min Aung Hlaing Kian Gencar, Dewan Keamanan PBB Mulai Angkat Bicara Soal Myanmar

“Kami telah menerima sejumlah bukti tentang bagaimana mereka mengganggu. Media internasional telah membesar-besarkan krisis,” paparnya.

 “Mudah-mudahan, dalam beberapa bulan, kami akan dapat memulihkan situasi normal kami,” tambahnya.

Tercatat, memang ada enam perusahaan asing telah mengajukan izin untuk keluar dari Myanmar dan tak mau berinvestasi di negara tersebut sejak isu kudeta mencuat, bahkan beberapa perusahaan asing juga menangguhkan bisnis mereka.

Baca Juga: VIRAL! Ini Alasan Wanita Lakukan Senam Ampun Bang Jago di Tengah Kudeta Militer Myanmar

Aung Naing Oo mengatakan keenam perusahaan itu merupakan investor terbesar di negara itu, salah satunya adalah perusahaan telekomunikasi Norwegia Telenor, yang mengumumkan pada Juli 2021 lalu untuk menjual operasinya di Myanmar ke perusahaan investasi Lebanon M1 Group seharga $105 juta.

Reformer Menjadi Menteri Junta

Penurunan nilai kyat telah mendorong kenaikan harga makanan dan bahan bakar yang diperkirakan Bank Dunia akan berkontraksi 18% tahun ini, tentu saja angka tersebut merosot jauh lebih banyak daripada negara-negara tetangganya.

Langkah-langkah telah diambil untuk membangun kepercayaan pada mata uang, kata Aung Naing Oo, mantan anggota militer yang pernah bertugas di pemerintahan Aung San Suu Kyi yang digulingkan.

Baca Juga: Buntut Kudeta Militer Myanmar, Bandara Internasional Yangon Ditutup

Beberapa kewenangan yang akan dilakukan adalah mendorong penggunaan pembayaran online, pinjaman untuk petani dan moratorium utang.

Rasio pajak terhadap produk domestik bruto turun menjadi 5% menjadi 6%, turun dari 8,4% pada 2020, katanya. Hal tersebut ditengarai karena para penentang kudeta menolak untuk membayar pajak kepada Junta.

Menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik pasukan Junta telah membunuh ratusan lawan dan puluhan anak-anak sejak merebut kekuasaan dan menahan sebagian besar pemimpin sipil.***

Editor: Farra Fadila


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah