Perkosa Istri Sendiri Bisa Dipenjara Sekelompok Lelaki India Lakukan Mogok Menikah

7 Februari 2022, 13:15 WIB
Perkosa Istri Sendiri Bisa Dipenjara Sekelompok Lelaki India Lakukan Mogok Menikah ///Twitter/@manish_sindwani/

MEDIA BLITAR – UU Anti Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga di India tak memperbolehkan pria India untuk perkosa istri sendiri sekelompok lelaki india lakukan mogok menikah.

Sekelompok pria di New Delhi, India lakukan aksi mogok menikah setelah disahkannya UU Anti Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga di India. UU tersebut menegaskan bahwa pemerkosaan dalam pernikahan tak dihalalkan.

Baca Juga: Pemerkosaan dalam Pernikahan Tak Dihalalkan Sekelompok Lelaki India Lakukan Mogok Menikah

Para pria penentang UU Anti Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga di India menyebut UU itu ancaman bagi pernikahan, dan menggalang protes dengan hashtag #marriagestrike, alias mogok menikah.

Para pria khawatir bahwa jika UU tersebut disahkan akan ada ‘kriminalisasi’ dalam pernikahan. Dalam UU tersebut juga dikatakan bahwa seorang pria yang berani perkosa istri sendiri dengan paksa bakal mendapat kurungan penjara.

Baca Juga: Sang Mantan Polisi Sempat Viral Karena Joged India, Begini Kehidupan Norman Kamaru Sekarang

Belakangan, India sedang mendapat sorotan sebagai salah satu dari lebih 30 negara di dunia, di mana seorang suami tidak dapat dituntut karena memperkosa istrinya.

India telah memberlakukan undang-undang anti-pemerkosaan yang ketat selama beberapa dekade terakhir, setelah aksi pemerkosaan massal tersebut menjadi sorotan dunia.

Dalam perundangan yang berlaku saat ini, pemerkosaan didefinisikan sebagai hubungan seksual dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya, bertentangan dengan keinginannya, atau jika perempuan itu masih di bawah umur.

Baca Juga: Melawan Hukum Alam, Pria India Hidup Kembali setelah 7 Jam di Dalam Freezer Selamat dari Ajal

Ada beberapa pengecualian dalam UU ini, yaitu jika “tidak ada perlawanan fisik”, dan jika hubungan seksual itu terjadi antara seorang pria dan istrinya yang berusia di atas 18 tahun.

UU Anti Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga akan memungkinkan seorang istri menggugat suaminya kalau diperkosa, yaitu dipaksa dengan kekerasan untuk berhubungan seksual dengan suaminya.

Dengan demikian mencuatlah protes para pria tentang UU tersebut dan berbuah pada gugatan di media sosial dengan hashtag “marriage strike”.

Gencarnya isu tentang tuntutan pembubaran UU Anti Kekerasan, pengacara Karuna Nundy dari All India Democratic Women's Association (AIDWA) mengatakan, pemerkosaan adalah pemerkosaan.

Baca Juga: Tak Mau Kehilangan Harta, Pria India Ini Pilih Bunuh Istri dengan Ular Kobra daripada Diceraikan

“Seorang pemerkosa tetaplah pemerkosa, dan pernikahan dengan korban tidak mengubahnya menjadi bukan pemerkosa,” paparnya.

Pria India Khawatir “Kriminalisasi” Pernikahan

Saat ini pengadilan sedang mendengar petisi yang diajukan oleh AIDWA untuk UU Anti Kekerasan Seksual dalam Rumah Tangga.

Di media sosial seperti Twitter, beberapa pria mengancam akan memboikot lembaga pernikahan jika pemerkosaan dalam pernikahan “dikriminalisasi”.

Para pendukung protes #marriagestrike mengatakan bahwa laki-laki akan menghadapi beban tuntutan pidana dan kriminalisasi, jika tidak ada lagi pengecualian dalam UU Anti Pemerkosaan. Mereka berpendapat, UU itu justru akan mengancam institusi pernikahan.

Baca Juga: Petani di India Berhasil Menciptakan Inovasi Baru Menciptakan Varian Mangga Unik

Sudah Diatur Kelompok Kecil

Namun aktivis hak-hak perempuan Kavita Krishnan percaya bahwa penggalangan protes itu telah diatur sedemikian rupa oleh kelompok-kelompok kecil yang ingin mendapat sorotan di media dan ingin mempertahankan patriarki dan hak-hak istimewa mereka.

“Argumen mereka didasarkan pada premis bahwa laki-laki berhak atas seks dalam pernikahan," ujarnya, juga kalau itu harus dipaksakan.

“Gagasan ini sangat bermasalah”, ujar Kavita Krishnan kepada DW.

Sejarah UU terkait kekerasan dalam rumah tangga KUHP India yang secara resmi disebut sebagai The Indian Penal Code (IPC), diberlakukan pada tahun 1860 di bawah pemerintahan kolonial Inggris.

Baca Juga: Wujud Penghormatan, Wanita India ini Puja Patung Suaminya yang Sudah Meninggal

Pada saat itu Inggris menerapkan doktrin bahwa hak dan kewajiban hukum seorang perempuan akan menjadi bagian dari hak dan kewajiban suaminya setelah menikah.

Artinya, perempuan tidak boleh melakukan aktivitas seperti membeli properti atau membuat kontrak yang bertentangan dengan keinginan suaminya.

Selain itu, perempuan punya "kewajiban hukum" kepada suaminya, termasuk pelayanan hubungan seksual, sebagai bagian dari "transaksi pernikahan".

Menurut para ahli hukum, pandangan pemerintahan kolonial dalam UU pernikahan sudah harus diubah.

Baca Juga: Lantaran Malas Mandi Wanita Asal India Ini Terancam Diceraikan Suami

Pengacara senior Rebecca John, yang merupakan penasehat pengadilan tentang masalah ini, mengatakan kepada hakim bahwa harapan mendapat hubungan seksual dalam pernikahan tidak memberi hak kepada seorang suami untuk memaksa istrinya dengan kekerasan agar melakukan hubungan seks.

Orang-orang yang memprotes UU Anti Kekerasan Seksual ini tidak khawatir tentang keselamatan keluarga, melainkan lebih tertarik untuk menyelamatkan norma-norma patriarki dalam masyarakat, kata Kavita Krishnan.

“Kekerasan, terhadap perempuan dan anak-anak, adalah ancaman nyata bagi institusi keluarga” katanya.***

Editor: Annisa Aprilya Putri

Tags

Terkini

Terpopuler