Pada zaman Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran, masyarakat Jawa seringkali mengadakan agenda persembahan dalam pemujaan dewi kesuburan, khususnya pertanian yakni, Dewi Sri.
Pada saat itu, sistem kepercayaan masyarakat Jawa yakni, kejawen. Namun pada masa pemerintahan Kerajaan Demak, Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Hal tersebut dikarenakan masyarakat Jawa masih sulit melepas kepercayaan Kejawen. Sunan Kalijaga kemudian melakukan akulturasi budaya antara islam dan kebudayaan setempat. Salah satunya, ketupat.
Ketupat menjadi lambing atau symbol perayaan hari raya Idul Fitri bagi umat islam hingga saat ini di Indonesia.
Baca Juga: MUDAH CONTOH Teks MC Pembawa Acara Halal Bihahal dalam Bahasa Jawa, Singkat Jelas Mudah Dipahami
Filosofi Ketupat dalam Bahasa Jawa
Filosofi ketupat dalam bahasa Jawa berasal dari kata kupat yang artinya ngaku lepat, maksudnya mengakui kesalahan.
Selain itu, kupat juga dimaknai sebagai laku papat yang menunjukkan jumlah sisi pada ketupat sebanyak 4 bagian yang diberi nama luberan, laburan, leburan dan lebaran.
Makna dari sisi pertama lebaran adalah berasal dari kata dasar lebar yang artinya membuka pintu maaf selebar-lebarnya bagi sanak keluarga maupun orang lain seperti tetangga.