Network
“Akibatnya, Bung Karno itu hanya diingat orang sekarang sebagai nama sebuah keluarga, bukan nama sebuah ide, nama sebuah strategi, itu yang saya sayangkan,” lanjut Rocky.
Pada kesempatan tersebut, Rocky juga mengatakan bahwa walaupun pada saat ini generasi milenial tidak mengenal Bung Karno secara langsung, tapi generasi milenial memiliki kemampuan untuk mendeteksi ketidakadilan dengan mengekspresikan politik., sebagai contoh adalah percakapan satire melalui meme merupakan bentuk ekspresi milenial memandang politik.
Baca Juga: Mudah! Begini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 11, Klik www.prakerja.go.id
Walaupun Bung Karno tidak ada di era digital dan generasi milenial, namun Bung Karno secara tidak langsung telah membentuk retorika saat ini.
"Bung Karno tidak ada di dalam era itu, Bung Karno dengan, mampu menghasilkan retorika hari ini, adalah satire melalui 'meme' itu yang sebetulnya yang harus diperhatikan oleh PDI-P. Supaya PDI-P bisa memperlebar cara dia melihat politik," ucap Rocky.
Selain itu, Rocky menjelaskan bahwa PDI-P menjelaskan bahwa Soekarno adalah jati diri bangsa. Hal ini dibenarkan oleh Rocky, namun kondisi saat ini, di era digital hal tersebut harus diperluas.
Baca Juga: Klik www.prakerja.go.id dan Segera Daftar Kartu Prakerja Gelombang 11, Awas Email Palsu
"Bener sebagai jati diri. Tapi jati diri di abad digital ini harus diperluas menjadi jati akal bukan hanya sekedar jati dirinya. Kalau sebagai jati diri, Bung karno sudah selesai, kita terima seluruh bagian buruk dari Bung Karno dan bagian baik dari beliau jadi balancing itu terjadi," katanya.
Rocky, menilai PDI-P hanya ingin mengambil bagian yang betul-betul berbasis pada Soekarnoisme, bukan lagi variabel yang lebih global, yang sudah diperlihatkan oleh Bung Karno.
“Apalagi kalau milenial tahu kalau Bung Karno sebagi anak muda, sebetulnya sudah melampaui pikiran dunia pada waktu itu, mampu menghitung kalkulasi timur ke barat, kalkulasi ketegangan paska perang dunia ke-2,” ucap Rocky.
