Demam Sinetron Ikatan Cinta: Bedah Tuntas Kenapa Sinetron Masih Digilai Di Era Ini

- 27 Januari 2021, 15:43 WIB
Andin dan Aldebaran di Ikatan Cinta RCTI
Andin dan Aldebaran di Ikatan Cinta RCTI /

Tidak hanya itu, Noviandrini yang merupakan karyawan swasta mengatakan, “Ada yang lucunya, ada yang romantisnya. Ada yang menyebalkannya, jadi di dalam satu dinetron itu, lagi tegang-tegangnya, ada yang bikin lucu. Jadi seru.”

Mufti S yang merupakan producer dari konten video “Demam Ikatan Cinta: Di Era Netflix Ini, Kenapa Sinetron Masih Digilai?” di Narasi News Room, menunjukkan sudut pandang lain alasan mengapa sinetron masih digilai di era ini.

Secara umum, latar cerita Ikatan Cinta tidak berbeda jauh dari sinetron lainnya, yang mengisahkan tentang orang-orang kelas atas, dengan segala drama percintaannya.

Baca Juga: CAIR LAGI! BPUM Banpres BLT UMKM Rp2,4 Juta PNM Mekaar Cair Hanya Cair di Bank Ini

Menyoroti dari latar belakang cerita yang disampaikan bahwa, formula sinetron semacam itu sebenarnya sudah banyak dikritik oleh publik. Hal ini karena, mengeksploitasi gaya hidup mewah, dan cerita yang bias gender, ini disampaikan oleh Rachmah Ida dalam topik Wacthing Indonesian Sinetron: Imagining Communities around the Television, Curtin University of Technologi, pada September 2016.

Menurut Anda, mengapa cerita dengan latar cerita demikian terus diproduksi?

Disampaikan oleh Rachmah Ida yang merupakan Peneliti Kajian Media di Universitas Airlangga, Surabaya bahwa, “Makanya kenapa ada konsep dream factory, itu adalah semacam upaya pelepasan atau escaping manusia dari kehidupan rutinitas.”

Baca Juga: BOCORAN IKATAN CINTA HARI INI: Peluk Andin, Al Cegah Andin Pulang?

“Misalnya saya, Anda, itu bekerja (melakukan aktivitas sehari-hari), stress dengan pekerjaan, stress dengan ekonomi kita yang seperti ini. Menghadapi kehidupan yang juga tidak ada kemajuan, tidak ada progresnya. Lalu escaping kita adalah dengan menonton sinetron, atau dengan menonton film-film itu. Lalu kita menjadi terhibur, memang tujuannya itu,” sambung Rachmah.

“Itu yang disebut dengan fantasi. Artinya mimpi, imajinasi yang coba untuk dijual, kepada penonton tentang realitas yang enggak ada,” ucap Rachmah.

Halaman:

Editor: Rezky Putri Harisanti

Sumber: Narasi Newsroom


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x