Network
MEDIA BLITAR - Profesi pramugari seringkali dipandang sebagai impian bagi banyak muda-mudi yang mengidamkan pengalaman bekerja sambil terbang keliling dunia dengan penampilan glamour dan pendapatan yang menjanjikan.
Namun, di balik gemerlap dan citra glamor tersebut, terungkaplah sisi gelap yang mungkin jarang terjamah oleh publik. Seorang wanita mantan pramugari, yang memilih untuk tidak diidentifikasi, telah membongkar sejumlah aspek yang menyoroti tantangan dan ketidaksempurnaan di balik karier yang seringkali terlihat sempurna ini.
1. Diseksualisasi Berlebihan: Tantangan Pramugari di Atas Langit
Mantan pramugari ini mengungkapkan bahwa profesi pramugari seringkali diseksualisasi secara berlebihan. Tugas melayani penumpang pesawat dapat membawa pramugari ke dalam situasi yang sulit dan penuh tekanan.
Mereka tidak hanya menjadi sasaran pelecehan dan kekerasan dari penumpang, tetapi juga dari sesama kru. Disamping itu, pramugari juga seringkali menjadi saksi kejadian tidak senonoh di dalam pesawat.
2. Pelecehan Seksual dan Tekanan di Lingkungan Kerja
Menghadapi tantangan besar, seorang pramugari pernah menjadi korban pelecehan seksual dari seorang kapten karena menolak berhubungan seks. Selain itu, dalam dunia penerbangan, beberapa pramugari bahkan "dijual" kepada klien-klien kaya dan berkuasa. Mereka dipaksa untuk menuruti keinginan tersebut demi mempertahankan pekerjaan mereka, tanpa memiliki kekuatan untuk melawan.
3. Tuntutan Kecantikan dan Operasi Plastik: Tekanan Psikologis Pramugari
Selain tantangan fisik dan seksual, pramugari juga dihadapkan pada tuntutan untuk selalu berpenampilan cantik dan sempurna. Tekanan ini seringkali mendorong mereka untuk menjalani operasi plastik dan bahkan menggunakan narkoba agar dapat menjaga postur tubuh yang diinginkan. Beberapa pramugari bahkan terlibat dalam praktik berbahaya ini untuk memenuhi ekspektasi perusahaan dan mempertahankan posisi mereka.
4. Perjuangan Antara Etika dan Pelestarian Pekerjaan: Dilema Pramugari
Mantan pramugari menyampaikan bahwa dalam situasi sulit seperti ini, pramugari seringkali menemui dilema antara etika dan pelestarian pekerjaan. Mereka merasa terjebak dan harus merelakan hak-hak mereka demi mempertahankan pekerjaan yang diidamkan banyak orang. Tantangan psikologis dan moral ini menciptakan beban berat bagi pramugari yang seharusnya menikmati karier yang terlihat glamor di mata banyak orang.
Penutup: Sisi gelap dalam profesi pramugari yang diungkapkan oleh mantan pramugari ini memberikan perspektif yang penting. Perlu kesadaran masyarakat tentang tantangan dan tekanan yang dihadapi pramugari di balik tirai gemerlap. Dengan membuka diskusi mengenai isu-isu ini, kita dapat bersama-sama berupaya menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman, etis, dan mendukung bagi para pramugari yang bertugas di atas langit.***
