Penyidik belum dapat menyimpulkan secara lugas ihwal motif dari korban melakukan tindakan tersebut. Hanya saja, diduga kuat korban mengalami depresi.
Beberapa bukti pendukung yang didapatkan misalnya, bahwa selama penyidikan polisi menemukan ada transaksi pembayaran yang dilakukan korban di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta untuk pemeriksaan kesehatan dengan dokter ahli penyakit kelamin dan kulit.
Kemudian, setelah melakukan konsultasi dokter, korban melanjutkan pemeriksaan dengan melakukan pengetesan penyakit human immunodeficiency viruses (HIV).
Baca Juga: Dipuji Ganjar Pranowo, Siswa SMP Tak Punya HP, Tetap Semangat ke Sekolah Untuk Belajar Tatap Muka
"Faktanya dia melakukan konsultasi di dokter penyakit kulit dan kelamin. Apakah ini terkait adanya dugaan bunuh diri, sangat terkait. Dengan kemungkinan munculnya depresi," kata dia.
Selanjutnya, berdasarkan keterangan ahli, penyidik meyakini bahwa tindakan bunuh diri akan selalu dimulai dengan bukti permulaan berupa luka percobaan. Dalam hal ini, memang ditemukan empat luka sayatan di bagian dada korban yang tidak terlalu dalam.
"Setiap orang yang bunuh diri dengan senjata tajam selalu ada bukti permulaan luka percobaan, dicoba-coba dulu gitu. Hasil forensik ditemukan 4 luka di dada 2 dangkal enggak sampai 2 cm. Itulah yang dianggap luka percobaan. Saya mendasari berita acara ahli," ungkap Tubagus.
Baca Juga: Obat COVID-19 Temuan Unair Tak Terealisasi, Sejumlah Warga Surabaya Mulai Cemas
Dokter Ahli Forensik RS Polri, Arif Wahyono, yang ikut hadir dalam konferensi pers mengungkapkan, ada empat luka tusukan di dada Yodi.
Setiap tusukan lebih dalam dari tusukan sebelumnya. Tusukan terakhir sedalam 12 cm mengenai bagian bawah paru-paru korban.