Namun dirinya juga mengungkapkan bahwa jika dikaitkan dengan tempat terjadinya, Surya Pethak sangat sulit terjadi apabila kondisi suatu wilayah tidak mendukung.
“Idelnya kondisi tersebut bisa terjadi apabila kualitas udara di tempat tersebut tergolong bagus dan bersih karena kualitas udara yang akan dilalui akan mempengaruhi warna Matahari saat terbit dan tenggelam,” tulis Andi Pangerang.
Baca Juga: Heboh! Beredar Video Awan Pelangi Diduga Fenomena ‘Cloud Iridescence’ Pasca Gempa Malang di Blitar
Selain itu, dirinya juga mengungkapkan sangat kecil kemungkinan kabut awan yang menyelimuti permukaan Bumi yang ditimbulkan oleh penurunan aktivitas Matahari berkepanjangan seperti yang pernah terjadi sebelumnya yakni pada pada 1645 hingga 1715. Fenomena ini biasa disebut sebagai Maunder Minimum.
“Dalam waktu dekat ini, fenomena surya pethak tidak akan terjadi setidaknya jika dikaitkan dengan aktivitas Matahari dan iklim. Namun, fenomena ini bisa dimungkinkan terjadi oleh aktivitas letusan gunung berapi dan perubahan sirkulasi air laut yang hingga saat ini masih sulit diprediksi oleh para ilmuwan vulkanologi dan oseanografi,” paparnya.***