Baca Juga: Pemerintah Salurkan BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Kemenkop UKM: Sudah 64,50 Persen
Melalui prakarsa Menteri pertanian 1959, Soenaryo. Rancangan Undang-Undang itu digodok Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang kala itu dipimpin Zainul Arifin.
Kemudian, pada pada 24 September 1960, RUU tersebut disetujui dpr sebagai UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau dikenal dengan Undang-Undang Pembaruan Agraria (UUPA).
Baca Juga: Ini Penyebab BLT Rp600 Ribu Gak Sampai Ditangan, Segera Periksa Nomor Rekening
UU Pokok Agraria menjadi titik awal dari kelahiran hukum pertanahan yang baru mengganti produk hukum agraria kolonial.
UUPA merupakan kebijakan hukum yang mengarah pada bidang agraria dalam usaha mengurus dan membagi tanah dan sumber daya alam lainnya yang terkandung di dalamnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dimana dasar politik hukum agraria nasional dinyatakan dalam teks asli UUD 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) yang menyebutkan: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Baca Juga: BRI dan Mandiri Dituding Penyebab Timor Leste Miskin, Jose Ramos Horta: BRI Mandiri Bunuh Ekonomi
Keberadaan UUPA ini dimaksudkan sebagai titik balik dari politik hukum Agraria kolonialisme yang sangat membela kepentingan negara kolonial (penjajah) dan feodal pada masa itu.
Selamat Hari Tani Nasional!
Terimakasih kami sampaikan kepada semua petani Indonesia yang tanpa lelah bekerja untuk memproduksi pangan. Semoga pertanian kita semakin maju dan petani kita semakin sejahtera ????????#PertanianIndonesiaMaju#PanganUntukNegeri pic.twitter.com/1m7qj3cWr5— Kementerian Pertanian RI (@kementan) September 24, 2020
Enam dasawarsa berlalu sejak disahkannya UUPA 1960, kini reforma agraria di Indonesia tengah memasuki tantangan baru. Memasuki periode kedua pemerintahannya, komitmen Presiden Joko Widodo terkait reforma agraria masih ditunggu.
Pada periode pertama pemerintahannya, bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla tahun 2014-2019, Presiden Joko Widodo memasukkan reforma agraria dan kedaulatan pangan sebagai program prioritas dalam Nawa Cita (sembilan program prioritas).
Baca Juga: Mantan Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao Kesal dengan Negaranya Sendiri dan Suruh Rakyatnya Pergi
Program reforma agraria dan kedaulatan pangan pun kembali dilanjutkan Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya, bersama Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin, tahun 2019-2024.
Kedua hal tersebut termasuk di dalam Visi Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong sebagai visi pembangunan Indonesia ke depannya.