Network
MEDIA BLITAR - Kasus kontroversial kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin pada tahun 2016 telah kembali menjadi sorotan publik. Jessica Wongso, yang sebelumnya telah divonis 20 tahun penjara atas tuduhan pembunuhan terhadap Mirna Salihin, teman kuliahnya, kini kembali dipertanyakan.
Keraguan ini muncul setelah tayangnya film dokumenter berjudul "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso" di Netflix pada 28 September 2023.
Beberapa bukti kuat dan pernyataan para ahli telah memunculkan keraguan tentang kesalahan Jessica Wongso dalam kasus ini.
Dr. Djaja Surya Atmadja dan Tidak Adanya Racun Sianida
Salah satu momen penting dalam film dokumenter ini adalah ketika dr. Djaja Surya Atmadja, yang memiliki pengalaman dalam kasus ini, mengungkapkan bahwa pada saat sampel diambil dari tubuh Mirna, tidak ada racun yang ditemukan.
Hal ini menjadi poin penting yang menimbulkan keraguan, mengingat racun sianida adalah dasar utama tuduhan pembunuhan.
Dr. Djaja juga mencatat bahwa baru setelah 3 hari kematian Mirna, sekitar 0,2 mg sianida ditemukan dalam organ lambungnya. Ini mengarah pada pertanyaan apakah sianida adalah penyebab kematian yang sesungguhnya.
Dukungan dari Otto Hasibuan
Pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan, turut memberikan dukungan pada keraguan ini. Dalam podcast "Close The Door" di kanal YouTube Deddy Corbuzier, Otto Hasibuan mengklarifikasi sejumlah poin yang menjadi fokus perhatian publik.
Ia menggarisbawahi bahwa informasi yang berkembang selama kasus ini telah menimbulkan kebingungan.
Pendapat Prof Eddy
Edward Omar Syarif Hiariej, yang pernah menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus ini dan kini menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), juga memberikan penjelasan dalam podcast yang sama.
Ketika ditanya oleh Deddy Corbuzier tentang keyakinannya bahwa Jessica adalah pelaku, Prof Eddy menjelaskan bahwa ia memiliki keyakinan yang kuat berdasarkan bukti yang dia pelajari selama kasus ini.
Prof Eddy menyoroti kontradiksi dalam duplik yang dibacakan oleh kuasa hukum selama persidangan.
Dalam satu sisi, mereka mengklaim bahwa Mirna tidak meninggal karena sianida, tetapi dalam duplik, mereka menyalahkan seorang pelayan bernama Rangga sebagai pelaku yang meracuni Mirna. Menurut Prof Eddy, ini adalah argumen yang kontradiktif dan tidak kuat.
Kepribadian Ganda Jessica Wongso
Diskusi dalam podcast mencapai puncaknya ketika Deddy Corbuzier mengangkat isu kepribadian ganda yang disebutkan dalam film dokumenter. Prof Eddy mengakui bahwa ia kagum dengan ketenangan Jessica Wongso.
Namun, Deddy bertanya apakah ini mungkin disebabkan oleh pengalaman Jessica dalam melakukan tindakan kriminal di Australia, seperti mabuk saat menyetir, tuduhan perusakan kendaraan pacarnya, dan upaya bunuh diri setelah putus cinta.
Prof Eddy tidak memberikan jawaban langsung, tetapi ia mencatat bahwa menurut seorang psikolog/psikiater, Jessica memiliki kepribadian ganda.
Kepribadian Ganda: Apa Itu?
Kepribadian ganda atau gangguan identitas disosiatif adalah sebuah kondisi kesehatan mental di mana seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda.
Kepribadian tersebut bisa berubah-ubah tanpa disadari oleh individu yang mengalaminya. Ini dapat disebabkan oleh pengalaman traumatis atau stres berat yang dialami oleh individu tersebut, terutama pada masa kecil.
Beberapa gejala utama dari kepribadian ganda adalah depersonalisasi, derealisasi, amnesia, bingung identitas, distorsi waktu, gangguan tidur, depresi, dan banyak lagi.
Gejala ini dapat muncul ketika individu tersebut mengalami stres atau kejadian traumatis yang memicu perubahan kepribadian.
Kasus Jessica Wongso telah kembali menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama setelah tayangnya film dokumenter di Netflix yang menyoroti ketidaktemuan racun dalam tubuh Mirna Salihin.
Namun, pernyataan dan keyakinan yang diberikan oleh para ahli dan saksi ahli selama persidangan juga menunjukkan bukti yang mendukung vonis terhadap Jessica Wongso.
Masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab, dan debat tentang kasus ini kemungkinan akan berlanjut.
Bagi masyarakat, ini adalah pengingat tentang betapa kompleksnya sistem peradilan dan pengambilan keputusan dalam kasus-kasus seperti ini.
Kasus Jessica Wongso adalah salah satu yang membingungkan dan sulit dipahami, dan jawaban mungkin tidak akan pernah benar-benar memuaskan semua pihak.***
