Aksi Militer Min Aung Hlaing Kian Gencar, Dewan Keamanan PBB Mulai Angkat Bicara Soal Myanmar

11 Maret 2021, 21:43 WIB
Orang-orang berpartisipasi dalam protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, 2 Maret 2021. Gambar diambil dari balik jendela. /Reuters/

MEDIA BLITAR- Aksi kekerasan di Myanmar masih terus berlangsung. Hal itu membuat Dewan Keamanan PBB kian geram dan angkat bicara untuk mengecam aksi tersebut.

Munculnya kekerasan di negara itu berhubungan dengan kudeta militer di Myanmar terhadap pemerintahan sah setempat.

Dikutip dari Pikiran-Rakyat.com, DK PBB ikut terlibat guna mencegah masalah atau konflik yang terus memanas. Tetapi, DK PBB tidak berhasil mendamaikan kedua kubu antara pemerintah dan militer, sehingga tidak terjadi kata sepakat.

Baca Juga: Krisdayanti Datang Ke Pernikahan Aurel? Atta Halilintar: Insya Allah, Aku Dengar Kabar Dari Aurel

Tidak hanya itu, ancaman terhadap junta Myanmar tidak berlaku, karena China dan Rusia menentang adanya langka itu.

Dewan Keamanan PBB dalam pernyataannya menulis bahwa DK PBB mengutuk keras adanya tindakan kekerasan kepada para pengunjuk rasa terutama, perempuan, anak-anak dan pemuda. Dewan juga menyerukan terhadap pihak militer untuk menahan diri, sekaligus menekankan bahwa DK PBB mengatasi kondisi secara cermat.

Baca Juga: Menjelang Lamaran, Atta Haliliintar Pastikan Krisdayanti akan Datang ke Pernikahannya dengan Aurel

Tetapi, kalimat tersebut telah dihapus karena pihak China, India, Vietnam dan Rrusia menentangnya.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gutteres mengharapkan bahwa pernyataan Dewan Keamanan dapat menyadarkan pihak militer Myanmar untuk membebaskan para tahanan.

“Masih dibawah kendali militer dalam banyak aspek yang membuat kudeta ini semakin sulit dipahami, terutama kaitannya dengan tuduhan terhadap kecurangan pemilu oleh mereka yang mayoritas penguasa negara,” ujar Guterres.

Baca Juga: Santer Kasus Internal APRIL, SBS Gantikan Peran Lee Na-eun di Serial Taxi Driver Kepada Pyo Ye-jin

Amerika juga turut terlibat dalam menekan aksi militer Myanmar. Hal ini dapat diketahui dari aksi Departemen Keuangan AS memberikan hukuman terhadap dua anak pemimpin militer Min Aung Hlaing sekaligus, enam perusahaan yang dikendalikannya.

Aksi kekerasan tersebut masih berlangsung dengan pasukan menembakkan gas air mata dan peluru karet. Hal ini membuat pengunjuk rasa anti junta terjebak di dua distrik Yangoon pada Rabu 10 Maret 2021.

Sudah banyak berjatuhan korban meninggal sejak pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dikudeta awal Februari 2021. Sekitar lebih dari 60 orang tewas dan 2.000 orang ditahan pasukan keamanan.***

Editor: Rezky Putri Harisanti

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler