Network
MEDIA BLITAR - Film "Kiblat" telah menjadi perbincangan hangat di kalangan sineas, warganet, dan tokoh agama. Rencana penayangan film ini pada tahun ini telah menimbulkan beragam respons dari masyarakat. Mari kita eksplorasi lebih jauh mengenai polemik yang mengitarinya.
Film "Kiblat" menjadi objek kritik di media sosial, dengan banyak komentar negatif yang menganggapnya tidak mendidik, menyinggung agama, dan hanya bermaksud untuk menakut-nakuti saat beribadah.
Satu adegan yang mencuat adalah tokoh utama yang tiba-tiba berbalik saat rukuk, yang dianggap menyimpang dari tata cara beribadah Islam. Pemuka agama, seperti Ustaz Hilmi Firdausi, ikut mengkritiknya, menyatakan bahwa film horor semacam "Kiblat" tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Eksploitasi Agama dalam Dunia Film
Sineas dan sutradara, termasuk Gina S Noer, mengungkap kekhawatiran mereka terhadap tren film horor Indonesia yang memanfaatkan tema agama. Menurut Gina S Noer, film-film tersebut mengeksploitasi agama, terutama Islam, dengan menggunakan salat, doa, dan zikir untuk menciptakan atmosfer ketegangan tanpa memberikan pesan yang dalam atau mendidik.
Respons dari Pemuka Agama dan MUI
Kritik terhadap "Kiblat" juga datang dari Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah. Meskipun belum menyaksikan seluruh film, Cholil menyoroti poster yang menyeramkan dan dianggap tidak sesuai dengan judulnya. Dia menegaskan bahwa jika film tersebut benar-benar melecehkan agama, maka harus ditarik dari peredaran dan tidak boleh ditayangkan.
Tanggapan dari Tim Produksi
Meskipun belum ada respons resmi dari sutradara atau rumah produksi Leo Pictures, tim produksi telah menarik poster dan trailer "Kiblat" dari peredaran. Tindakan ini diambil sebagai tanggapan atas kontroversi yang timbul terkait isi dan pesan yang disampaikan film ini.
Sinopsis "Kiblat": Cerita Pencarian Kebenaran dan Pembebasan dari Kesesatan
"Kiblat" mengisahkan perjalanan Ainun, seorang gadis yang tinggal di kampung bersama uwa-nya. Meskipun tidak mengetahui asal-usulnya, Ainun mengidolakan Abah Mulya, pemimpin padepokan setempat. Namun, setelah mengetahui bahwa Abah Mulya adalah ayah kandungnya dan mengajarkan ajaran sesat, Ainun berusaha melepaskan diri dan mencari kebenaran.
Kontroversi seputar "Kiblat" memunculkan pertanyaan tentang batasan dalam penggunaan agama dalam seni dan tanggung jawab sosial pembuat film terhadap pesan yang mereka sampaikan kepada masyarakat.
