Network
MEDIA BLITAR - Film "Eye in the Sky" menjadi sorotan di Bioskop Trans TV, menampilkan cerita yang penuh dengan ketegangan dan pertanyaan moral dalam konteks perang melawan terorisme.
Dipimpin oleh kolonel Angkatan Darat Inggris, Katherine Powell, film ini menggambarkan sebuah misi untuk menangkap tiga pemimpin Al-Shabaab tingkat tinggi yang tengah berkumpul di sebuah rumah aman di Nairobi.
Misi Berbahaya: Menangkap atau Membunuh?
Ketika Powell mengetahui bahwa agen Inggris/Kenyan yang menyamar telah dibunuh oleh Al-Shabaab, ia mengambil alih komando misi untuk menangkap para pemimpin teroris tersebut.
Dengan dukungan pengawasan udara oleh drone USAF MQ-9 Reaper, tim multinasional bekerja keras untuk merencanakan dan melaksanakan operasi penangkapan ini.
Namun, situasi menjadi semakin kritis ketika tiga target tersebut bersiap-siap untuk melakukan serangan bom bunuh diri.
Konflik Moral: Antara Kehidupan dan Kematian
Ketegangan dalam film ini tidak hanya terjadi di medan perang, tetapi juga di ruang rapat para pemimpin yang harus mengambil keputusan sulit.
Ketika Powell memutuskan untuk mengubah rencana dari "menangkap" menjadi "membunuh" demi mencegah serangan bom bunuh diri yang mengancam nyawa banyak orang, konflik moral pun mencuat.
Bagaimana harga yang harus dibayar dalam memerangi terorisme? Apakah kematian beberapa untuk menyelamatkan banyak orang merupakan pilihan yang dapat diterima?
Waktu yang Tidak Tersisa: Tantangan untuk Melindungi Nyawa
Dalam keadaan tergesa-gesa, para pemimpin harus bertindak cepat untuk mengambil keputusan yang bisa berdampak pada ribuan nyawa.
